Kemarahan presiden Jokowi yang diekspose ke luar sepertinya menyiratkan kerja pemerintahannya yang tak responsif menghadapi krisis multidimensi sekarang ini. Betapa tidak, penanganan masalah krisis dikerjakan seolah masih dalam kondisi normal.Â
Tidak ada langkah-langkah terobosan untuk mengakhiri krisis, malah terkesan bekerja seperti business as usual saja. Bahkan beliau sempat mengacam akan melakukan reshuffle atau membubarkan lembaga yang tidak becus dalam bekerja.
Dalam pandangan saya, salah satu lembaga yang patut dievaluasi keberadaannya adalah Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
Lembaga ini tampak hanya sekedar menampilkan angka-angka positif, kematian, dan kesembuhan covid-19 saja, ditambah sedikit informasi yang diulang-ulang terus menerus, seperti pakai masker, jaga jarak, malah cenderung justru menakut-nakuti seperti salon, pasar, dan lokasi yang rawan penularan lainnya.
Tak ada informasi terbaru yang bernada positif atau membangun, hanya penambahan jubir yang cantik dan seksi saja sekedar untuk membungkus penampilan.
Tak ada strategi baru dalam penanganan covid-19, hanya memperbanyak tes massal saja tanpa memilah mana yang benar-benar sakit atau sekedar terpapar.Â
Kebijakan yang dibuat justru malah menghambat pergerakan ekonomi, seperti kewajiban rapid tes buat orang yang bepergian dan masuk kerja, penutupan pasar gara-gara ada beberapa orang terpapar covid-19.Â
Justru malah Polri yang berani membuat terobosan mencabut maklumat terkait larangan dan pembubaran kerumunan massa, diganti pendisiplinan masyarakat memasuki era new normal untuk tetap mematuhi protokol kesehatan.
Coba dipikir secara logika, untuk apa surat-surat keterangan tersebut kalau niatnya untuk mencegah penularan. Bisa saja setelah dapat surat di tengah jalan terpapar, siapa yang tahu.Â
Padahal sudah jelas virusnya menyebar lewat droplet, dan cara menghindarinya adalah dengan memakai masker, kalau perlu ditambah face shield, mencuci tangan, dan menjaga jarak, itu cukup. Akhirnya wajar kalau masyarakat jadi berburuk sangka, ada udang di balik batu segala macam tes-tesan tersebut.
Tes massal seharusnya dilakukan di awal wabah untuk melokalisir siapa saja yang tertular dan langsung di karantina. Setelah virus menyebar luas tentu hanya akan membuang-buang anggaran saja.Â