Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mas Menteri, daripada Kuliah Online Mending Cuti Bersama

22 Juni 2020   20:37 Diperbarui: 22 Juni 2020   20:40 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mas Menteri Nadiem Makarim (Sumber: tribunnews.com)

Apa kabar Mas Menteri, sudah menonton videonya Veveonah yang viral itu dan saya share di sini? Kalau sudah, semoga Mas Menteri paham bahwa negara jiran yang sudah cukup maju teknologi komunikasinya saja masih ada orang yang harus memanjat pohon untuk cari sinyal. Apalagi di negara kita yang bervariasi pulau-pulaunya dan belum semua pulau terhubung jaringan internet. Di Jawa saja kalau sudah masuk ke perdesaan atau pegunungan, sinyalnya mulai susah, bagaimana dengan yang di luar pulau Jawa.

Baca juga: Mas Menteri, Tontonlah Perjuangan Veveonah

Bagi mahasiswa yang tinggal di kota-kota besar mungkin koneksi internetnya tidak terlalu masalah. Tapi jangan lupa tak semua mahasiswa di kota mampu membeli kuota kalau harus video call setiap kuliah dengan dosennya. Kalau cuma ke kampus mereka masih bisa nebeng ayahnya, atau naik angkot dari rumahnya. Kalaupun harus kos, mereka yang tak mampu bisa sambil nyambi bekerja, atau menumpang tidur di asrama pemda atau di tempat ibadah.

Di desa-desa apalagi di tengah gunung-gunung, tidak ada operator yang berani pasang BTS karena resiko tinggi dan jarang sekali pelanggan di tengah hutan belantara. Masak harus pakai hape satelit untuk memperoleh sinyal, kan lebih tidak mungkin lagi selain harga hapenya mahal dan langka, juga tidak semua operator bisa dan kalaupun bisa harga kuotanya pasti mahal sekali. Kasihan mahasiswa yang tinggal di desa karena terpaksa harus kos juga di kota untuk dapat sinyal yang lancar.

Jangan lupa juga tak semua mata kuliah bisa diajarkan secara online, apalagi kalau sudah menyangkut praktikum. Kan tidak mungkin meneliti hewan di rumah sendiri atau cuma menonton saja dari internet. Boro-boro memelihara hewan, buat tidur saja mungkin susah. Begitu pula praktik merakit mesin, kan belum tentu dapat izin dari bengkel. Apalagi meneliti virus, tentu harus di laboratorium yang steril, tidak bisa seenaknya dilakukan di rumah, bisa menyebar nanti virusnya. Lalu bagaimana pula yang kuliah di kedokteran, masa harus bongkar tubuhnya sendiri untuk praktikum.

Belum lagi biaya pendidikan alias UKT yang dibayarkan (mungkin) tetap sama, padahal seharusnya dipotong karena tidak menggunakan area kampus untuk belajar, tidak pula menggunakan alat laboratorium untuk praktikum. Lagipula mahasiswa harus keluar biaya pulsa yang tak lebih murah dari biaya transportasi ke kampus karena harus membeli kuota unlimited yang cukup mahal agar tidak terputus saat mendengarkan dosen mengajar.

Saya hanya ingin usul, sudahlah kalau memang Mas Menteri tidak berani mengizinkan kuliah tatap muka tahun ini, lebih baik perintahkan cuti bersama satu semester bagi seluruh mahasiswa. Kuliah baru dimulai lagi semester genap tahun depan dan biarkan mahasiswa beraktivitas lain sembari menunggu waktu dibukanya kembali perguruan tinggi untuk kuliah tatap muka. Mas Menteri tak perlu mengundurkan tahun ajaran seperti usulan beberapa pihak, tapi cukup dengan cuti saja karena memang dibenarkan secara aturan.

Dengan cuti bersama, mahasiswa tak perlu membayar UKT dan menghemat biaya transportasi dan atau kos-kosan serta biaya pulsa untuk satu semester. Biarlah kampus ikut beristirahat dulu sejenak dan para dosennya dialihkan sementara untuk melakukan penelitian mandiri dalam rangka menambah angka kreditnya. Untuk kampus swasta mungkin pemerintah bisa membantu subsidi untuk gaji para dosen dan karyawannya selama masa cuti berlangsung sehingga mereka tetap bisa hidup walau tidak penuh mengajar.

Tidak semua mahasiswa itu anak orang kaya atau mampu. Paling tidak beban biaya UKT bisa ditangguhkan dulu selama masa cuti sehingga orang tuanya fokus untuk menghidupi keluarganya sehari-hari dulu sampai pandemi ini berakhir dan kembali bekerja seperti semula. Lagipula anggaran pemerintah pasti lebih banyak tersedot untuk urusan pandemi dan pastinya juga ikut menggerus anggaran pendidikan termasuk biaya operasional kampus negeri. Jadi daripada memaksakan diri lebih baik dicutikan dulu perkuliahan satu semester ini.

Itulah kira-kira usul saya sebagai salah seorang orang tua mahasiswa yang sedang kuliah di salah satu universitas negeri. Semoga Mas Menteri sempat membaca dan memahami usulan ini walau belum tentu diterima. Kita hanya berharap yang terbaik buat negeri ini ke depan dan hanya bisa berdoa semoga pandemi ini cepat berlalu. Amiin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun