Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Indonesia Semangat (Tidak) Terserah Apalagi Menyerah

20 Mei 2020   14:55 Diperbarui: 20 Mei 2020   15:00 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Selamat Hari Kebangkitan Nasional (Sumber: sumeks.co)

Momen Hari Kebangkitan Nasional tahun ini terasa sangat spesial karena tepat sekali berdempetan dengan hari raya Idul Fitri dan peristiwa langka wabah penyakit Covid19. Ketiga peristiwa saling terkait seolah Tuhan hendak menguji ketangguhan bangsa Indonesia melalui wabah yang dikirim lewat virus corona sebagai ujian untuk kembali bangkit di hari kebangkitan nasional dan meraih kemenangan di hari raya.

Sejak terkonfirmasi pertama kasus Covid19 di awal Maret lalu, sudah 80 hari virus tersebut mengendap dan bergentayangan di negeri ini. Data terakhir (19/05/2020) menunjukkan sudah 18.496 kasus dengan jumlah kematian 1221 jiwa dan kesembuhan mencapai 4467 jiwa. Pertambahan kasus memang belum juga turun bahkan cenderung stagnan tinggi di kisaran 400-500 orang per harinya. Namun berita baiknya jumlah kesembuhan terus meningkat rata-rata di atas 100 orang per harinya sementara jumlah yang meninggal masih relatif stagnan di kisaran 20-40 orang per harinya. 

Sudah 65 hari juga sejak Gubernur DKI mengeluarkan himbauan pertama untuk WFH tanggal 16 Maret lalu hingga berlanjut ke PSBB memasuki fase ke-3, disusul pemerintah daerah lainnya memberlakukan hal yang sama di wilayah masing-masing. Pada minggu-minggu pertama himbauan diberlakukan jalanan mulai sepi, kantor-kantor juga sebagian sudah memberlakukan WFH sejak pertengahan Maret tersebut. 

Namun kesimpangsiuran kebijakan membuat sebagian masyarakat mulai goyah, apalagi dampaknya mulai terasa ketika gelombang PHK mulai terjadi. Gelombak pulang kampung mulai berlangsung dan ditengarai sebagian membawa virus ke kampung halamannya. Jumlah kasuspun mulai meledak seiring dengan semakin banyaknya warga mudik ke kampung halaman dan semakin banyaknya tes yang dilakukan oleh pemerintah.

Desakan kebutuhan ekonomi membuat sebagian orang masih tetap bekerja mengais rezeki di tengah badai wabah pandemi yang semakin meluas. Apalagi menjelang lebaran ini, sebagian warga sudah tidak peduli lagi dengan himbauan maupun peringatan pemerintah akan bahaya berkumpul di ruang publik. Di satu sisi ini kesempatan emas bagi pedagang untuk meraih keuntungan di tengah sulitnya penjualan, di sisi lain tradisi lebaran tak boleh kalah oleh makhluk halus bernama virus.

Sebagian tenaga medispun mulai pasrah karena sudah hampir tiga bulan berjibaku melawan virus corona yang belum jelas kapan berakhirnya. Apalagi WHO pun sudah menyatakan bahwa virus ini tidak mungkin hilang (1)  dan manusia harus siap hidup berdampingan beserta virus-virus lain yang sudah lebih dulu menghuni bumi. Demikian pula Presiden Jokowi telah menyatakan dalam akun twitternya bahwa kita harus berdamai dengan Covid-19 untuk beberapa waktu ke depan (2).

Dampak terlalu lama di rumah mulai terasa, KDRT semakin meningkat. Menurut data Kementerian Pemberdayaan Anak dan Perempuan, selama periode 2 Maret - 25 April 2020, terjadi 275 kasus kekerasan dengan korban 277 orang (3). Hal ini berpotensi untuk meningkatkan angka perceraian yang diakibatkan oleh kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga. Terlalu lama di rumah juga dapat menyebabkan timbulnya gejala penyakit lain seperti obesitas dan diabetes karena terlalu banyak makan, juga gejala psikologis seperti cabin fever (4) yang dapat menurunkan imun tubuh.

Selain itu orang juga mulai bosan di rumah terus menerus dengan kegiatan itu-itu saja selama masa pandemi yang belum jelas kapan berakhirnya. Akibatnya jalanan kembali mulai normal sejak awal puasa dengan alasan ngabuburit sekaligus cari cemilan untuk buka puasa. Sebagian toko mulai buka kembali dan warga kembali beraktivitas seperti biasa. Apalagi sejak transportasi udara diperbolehkan kembali beroperasi, bandara mulai ramai walau tetap harus memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku.

Pemerintah juga tak mungkin selamanya mengawasi warga 24 x 7 jam seminggu karena terbatasnya jumlah aparat. Di sebagian pos PSBB tampak mulai longgar, yang masih ketat hanya beberapa titik tertentu saja terutama di perbatasan kota. Anggaran juga semakin tipis sehingga tak mungkin lagi memberikan bansos untuk selamanya kepada warga miskin terdampak yang jumlahnya semakin meningkat pasca wabah berlangsung. 

Menunggu vaksin juga belum jelas kabarnya, ada yang mengatakan paling cepat 18 bulan baru ditemukan.  Apalagi obat, karena yang namanya virus relatif lebih sulit menemukan obatnya daripada vaksin seperti HIV atau DB. Sementara argo kehidupan tak bisa dihentikan hanya untuk menunggu vaksin atau obat. Roda harus tetap berputar walau banyak paku bertebaran, karena bila sampai berhenti kiamat kiamat kecil akan terjadi.

Kabar baiknya, sebagian besar atau sekitar 80% kasus Covid-19 bergejala ringan atau malah tidak bergejala sama sekali, sisanya sedang dan berat hingga meninggal dunia (5). Hal ini berarti kita bisa sembuh dengan sendirinya setelah melalui masa karantina sekitar 14-21 hari secara mandiri tanpa harus dirawat di rumah sakit. Cara pencegahannya juga tak terlalu sulit sebenarnya, jaga jarak sosial, pakai masker, rajin cuci tangan, serta mandi setelah bepergian, asal disiplin dan tidak meremehkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun