Heboh penutupan McD Sarinah di linimasa medsos membuat saya penasaran apa sih yang terjadi di sana. Kebetulan ada rekan Kompasianer yang mengabadikan peristiwa tersebut dan jadi headline pula di Kompasiana. Sementara di sisi lain ada juga rekan Kompasianer yang mengkhawatirkan timbulnya kluster baru dalam acara perayaan penutupan tersebut. Saya sendiri sebenarnya ingin hadir, namun mengingat masih dalam suasana PSBB terpaksa niat tersebut diurungkan. Untuk mengobati rasa kecewa saya coba bahas dua sisi tersebut di bawah ini.
Pertama, saya lihat video rekan saya yang jadi headline hari ini. Menyimak keseluruhan isi video tersebut, saya malah berpikir suatu hari ini bakal jadi contoh new normal di masa datang.Â
Mengapa demikian? Dilihat dari cara mengantri, pemeriksaan tubuh, hingga membeli produk McD, semua berjalan sesuai protokol kesehatan yang diterapkan oleh WHO dan Pemda DKI saat PSBB. Gerai tersebut juga menjual makanan yang tidak melanggar aturan PSBB sehingga sah-sah saja untuk membuka gerai di saat terakhirnya sebelum ditutup untuk selamanya.
Antrian dibuat renggang per satu meter dan tampak semua pelanggan mematuhinya mulai dari antrian yang mengular hingga selesai pemesanan dan keluar dari gerai.Â
Tampak sekali pelanggan berusaha menjaga ketertiban antrian, tak ada yang berusaha menyalip walau antrian tampak renggang. Saat memesan tampak pelayan juga memakai masker dan sarung tangan untuk menjaga diri dari penularan virus corona. Semua berjalan tertib dan tampak sudah bisa menyesuaikan diri dengan new normal yang akan berlangsung pasca pandemi ini berakhir.
Sementara itu suasana di luar juga tampak ramai namun masih terkendali. Para pengunjung sepertinya tampak berusaha menjaga jarak walau di beberapa bagian masih saja tampak rapat. Namun hampir semuanya menggunakan masker walau masih ada saja satu dua orang yang tidak bermasker. Para pengunjung baru tampak berkerumun saat acara penutupan berlangsung, maklum semua berebut mengambil gambar dan mencari sudut yang tepat untuk mengabadikan momen yang hanya sekali seumur hidup ini.
Kedua, masih di Kompasiana juga, ada tulisan rekan saya yang mengkhawatirkan terjadinya kluster baru karena timbulnya kerumunan tersebut. Tulisan ini mengulas protes sebagian netizen yang menyayangkan adanya keramaiaan saat penutupan gerai makanan legendaris tersebut.Â
Memang akhirnya datang aparat untuk menghimbau dan membubarkan kerumunan tersebut setelah acara selesai. Namun tetap saja banyak netizen kecewa karena mereka sebenarnya telah berusaha patuh untuk di rumah saja, sementara sebagian warga tetap nekat berkumpul demi mengabadikan momen sekali seumur hidup tersebut dan mengabaikan himbauan untuk tidak berkumpul lebih dari 5 orang.
Sudah jelas diatur bahwa dalam masa PSBB ini tidak boleh lebih dari 5 orang berkumpul dalam satu tempat. Namun hal tersebut menjadi perdebatan karena yang datang adalah para pelanggan yang hendak membeli makanan dan semuanya take away alias dibawa pulang. Lagipula tidak ada pihak yang dengan sengaja mengumpulkan mereka berkumpul secara massal kecuali keinginan sendiri untuk menyaksikan momen langka tersebut. Hal ini berbeda dengan acara seminar atau rapat dimana ada pihak yang mengumpulkan orang dalam satu tempat tertentu.
Sebuah dilema memang dimana di satu sisi ini adalah momen terakhir untuk mengabadikan sebuah merek legendaris mengakhiri operasinya setelah 30 tahun bercokol di lokasi yang juga sama legendarisnya. Sarinah adalah pusat perbelanjaan pertama di Indonesia yang dibangun oleh Bung Karno tahun 1963 dan diresmikan tahun 1967 sebelum beliau lengser. Keberadaan Sarinah saat itu diperlukan sebagai ikon kota Jakarta agar tidak kalah dengan metropolitan lainnya di dunia yang sudah terlebih dahulu memiliki pusat perbelanjaan sejenis.Â
Walau kondisinya sekarang semakin sepi karena kalah bersaing dengan pusat perbelanjaan lain yang lebih modern, namun Sarinah tetap dipertahankan oleh pemerintah sebagai warisan budaya bangsa. Untuk itulah Menteri BUMN Erick Thohir ingin mengembalikan Sarinah sebagai cagar budaya dengan menutup gerai yang tidak terkait dengan budaya Indonesia, salah satunya McD yang jelas merupakan gerai cepat saji dari Amerika.