Hari pertama Ramadhan kebetulan saya kebagian jatah masuk kantor, jadi selama perjalanan berangkat dan pulang bisa melihat situasi terkini. Pagi hari jalanan masih relatif ramai walau PSBB sudah diberlakukan di wilayah Jabodetabek. Sepertinya pemeriksaan lebih difokuskan pada penggunaan masker dan sarung tangan saja, selama lengkap silakan lewat.
Memang kondisi jalan tidak semacet sebelum wabah corona merebak, namun kalau dibilang sepi juga tidak. Apalagi dengan dibatasinya angkutan umum seperti busway dan MRT, banyak orang menggunakan sepeda motor untuk berangkat kerja.
Mumpung jalanan sepi, naik motor relatif lebih cepat sampai ke kantor dibanding membawa mobil. Kalau hari biasa sekitar 35-40 menit, sekarang bisa ditempuh sekitar 20-25 menit saja, itupun dengan kecepatan santai tidak ngebut-ngebut amat.
Toko-toko sudah banyak yang tutup di sepanjang jalan, kecuali toko kelontong dan warung makan yang memang masih diperbolehkan buka. Warung makanpun sebagian sudah tidak lagi melayani makan di tempat, apalagi di bulan puasa ini jadi memang pas momennya untuk pesan take away.
Sepertinya sudah tidak ada tempat lagi untuk nangkring sambil menanti buka bersama yang biasanya ramai di rumah makan, berbalik menjadi ramai ojol yang memesankan makanan untuk berbuka.
Saat perjalanan pulang, ternyata masih banyak orang yang menjual takjil alias cemilan untuk berbuka seperti gorengan, kolak, timun suri, es kelapa muda, dan kue atau penganan ringan.
Pembelinya juga cukup banyak walau belum seramai tahun-tahun sebelumnya. Namun kondisinya agak lebih tertib, tidak bersebelahan langsung tapi menjaga jarak antar pedagang sehingga ada ruang untuk menjaga jarak sosial.
Jalanan juga masih ramai warga yang ngabuburit membonceng putra-putrinya naik motor keliling kampung, entah sekedar mencari takjil atau memang sekalian menunggu waktu berbuka. Sebagian juga masih saja ada yang tanpa masker dengan santainya menikmati udara bebas dari atas sadel motor.
Tidak ada rasa takut bakal tertular melalui udara bebas, mungkin karena di jalan kampung sehingga relatif aman ketimbang di jalan kota. Apalagi banyak orang yang sudah WFH sehingga mereka punya banyak waktu untuk sekedar berjalan-jalan di sekitar rumahnya sambil menunggu buka puasa.
Boleh dibilang nyaris tak ada beda sebelum dan sesudah diberlakukannya PSBB, kecuali di jalan kota yang memang relatif lancar walau masih banyak juga orang berkendara dan banyak toko yang sudah tutup. Pengawasan hanya dilakukan di batas kota atau jalan-jalan protokol saja, sementara di kampung tak ada petugas yang kontrol keliling mengingatkan warga seperti di India atau Malaysia.
Paling mentok hanya penutupan jalan akses di beberapa komplek sehingga saya tidak bisa lagi mengambil jalan pintas pulang ke rumah, harus memutar dulu lewat jalan utama.