Masih banyaknya antrian penumpang khususnya KRL saat PSBB mulai diberlakukan di Jakarta membuat beberapa kepala daerah termasuk Anies pusing tujuh keliling. Lima kepala daerah di Bodebek sudah mengusulkan kepada PT KCI untuk menghentikan sementara operasi KRL demi mencegah menyebarnya virus corona pada masa PSBB yang mulai diterapkan hari ini di kawasan Bodebek. Bahkan Anies sempat mengancam akan memutus izin operasional perusahaan apabila tetap nekat buka usaha pada masa PSBB diberlakukan.
Sayangnya para pemimpin daerah ini seperti berdiri di menara gading, hanya melihat kasus sepihak lalu segera mengambil kesimpulan tanpa dilihat lebih dalam apa penyebabnya.Â
Seperti ditulis saudara saya di K beberapa hari lalu, mereka lupa bahwa ada 8 sektor yang dikecualikan dalam PSBB, yaitu sektor kesehatan, pangan, energi, komunikasi, keuangan dan perbankan, distribusi barang, kebutuhan sehari-hari, dan industri strategis. Kedelapan sektor tersebut tentu menggerakkan ratusan ribu tenaga kerja bila tidak dikontrol dengan baik. Jadi bukan semata para pekerja harian saja atau perusahaan yang nakal dan tetap nekat mempekerjakan karyawannya saat PSBB yang menjadi pelanggan KRL.
Mereka yang bekerja di 8 sektor tersebut tetap harus bekerja walau sebagian bisa dilakukan dengan shift atau bergantian, dan jumlahnya pasti tidak sedikit. Sektor kesehatan saja, ada berapa rumah sakit standar (bukan yang kecil seperti klinik) di Jakarta, katakanlah 200 unit dan tiap-tiap rumah sakit mempekerjakan sekitar 250 orang, jumlahnya sudah 5000 orang. Kemudian sektor keuangan dan perbankan, berapa jumlah kantor cabang bank-bank di Jakarta? Amggaplah ada 10 bank besar dan masing-masing punya 20 kantor cabang, berarti ada 200 kantor dan tiap kantor berisi 100 orang, sudah 2000 pekerja.
Belum lagi sektor lain seperti pangan, berapa jumlah pasar dan jumlah pedagang makanan dan minuman di Jakarta? Tentu ribuan jumlahnya belum termasuk yang tidak terdaftar secara resmi. Lalu sektor-sektor lainnya, bisa jadi jumlahnya mencapai ratusan ribu pekerja. Lalu sektor energi seperti PLN dan gas juga punya karyawan yang jumlahnya ribuan, pekerja ekspedisi (diluar ojol), jumlah toko kelontong beserta karyawannya. Kalau semua dijumlahkan bisa ratusan ribu yang bekerja di 8 sektor tersebut.
Harap diingat, bahwa setiap sektor juga punya beberapa sektor turunannya. Misal sektor kesehatan tak melulu hanya dokter dan perawat saja, tapi juga tenaga administrasi, cleaning service, tukang masak, dan sebagainya yang tidak bisa disepelekan, belum lagi sektor pendukungnya seperti apotek dan toko obat-obatan. Tanpa kehadiran mereka operasional rumah sakit bisa berantakan karena tidak ada yang mencatat, membersihkan ruangan, dan memasak makanan buat tenaga medis dan pasien, serta menyediakan obat bagi para pasien.
Sayangnya lagi, kita tak punya data berapa jumlah pekerja yang bekerja pada 8 sektor tersebut dan dimana saja mereka tinggal. Padahal dengan memiliki data-data dimaksud kita bisa memperkirakan berapa jumlah kebutuhan angkutan yang diperlukan untuk mengangkut mereka bekerja dan kembali ke rumah. Ok, anggaplah jumlah pekerja di 8 sektor tersebut sekitar 500 Ribu orang dan separuhnya tinggal di Bodetabek, berarti harus ada angkutan untuk 250 Ribu orang setiap harinya, atau katakanlah mereka bekerja bergantian atau shift, berarti sekitar 125 Ribu orang harus diangkut.
Kalau KRL dihentikan operasinya, haruskah Anies selaku Gubernur DKI menyediakan hotel buat tenaga yang bekerja di 8 sektor tersebut seperti para tenaga medis? Atau para karyawan tersebut harus diwajibkan kos di Jakarta yang harganya jauh lebih mahal ketimbang ulang alik ke rumahnya di Bodetabek? Atau sanggupkah para kepala daerah di lima wilayah tersebut menyediakan angkutan khusus mereka yang bekerja di 8 sektor tersebut? Mungkinkah perusahaan menyediakan hunian bagi karyawan selama PSBB di Jakarta? Saya yakin jawabannya cuma satu, tidak ada yang sanggup.
Daripada pusing sampai harus menghentikan operasional KRL, kenapa tidak dilakukan screening saja para calon penumpang KRL? Misalnya dengan menanyakan tempat tugas atau menunjukkan ID card perusahaan, atau membawa surat tugas resmi yang diketahui oleh Pemda. Cara ini mungkin akan menimbulkan antrian, tetapi lebih mudah dan murah daripada harus menghentikan operasi yang malah mempersulit para pekerja tersebut bekerja melayani warga lainnya yang tinggal di rumah.
Bayangkan kalau tenaga non medis yang bekerja di rumah sakit seperti ditulis di atas terlambat masuk kerja, virus semakin cepat menyebar karena tidak ada yang membersihkan ruangan, atau terlambat memberikan makanan pada para pasien. Padahal mereka tidak memperoleh fasilitas hotel seperti tenaga medis lainnya dan tetap harus ulang alik dari rumah sakit tempatnya bekerja ke rumah yang berada di wilayah Bodetabek.
Sekali lagi, tampak bahwa pemerintah memang tidak (belum) siap menerapkan PSBB lengkap dengan segala konsekuensinya. Terkesan bahwa PSBB ini hanya sekedar untuk meredam gejolak di sebagian masyarakat tanpa melihat dampak ikutan yang bakal terjadi di belakangnya. Lagipula penerapan PSBB yang berbeda-beda di wilayah Jabodetabek membuat kebijakan tersebut tidak berjalan dengan mulus sesuai harapan.