Tak terasa, sejak perintah WFH mulai digulirkan pertengahan Maret lalu, sudah dua minggu saya di rumah bersama keluarga. Memang sih masih kebagian piket seminggu sekali atau dua kali, tapi tak sampai sore saya kembali pulang karena memang tidak ada pekerjaan yang signifikan dan harus selesai saat itu juga.
Memang lama-lama bosan juga sih di rumah terus menerus, tapi mau bagaimana lagi, memang situasinya belum memungkinkan untuk pergi jauh, apalagi ke luar kota. Lalu, apa yang kami kerjakan di rumah selama masa karantina mandiri ini?
1. Memasak aneka hidangan
Kebetulan istri memang hobi memasak dan masakannya enak sekali. Mumpung lagi pada di rumah semua, kita mencoba aneka kue atau masakan yang belum pernah dicoba sambil mempraktekkan resep masakan di yutub. Mulai dari bolu kukus, pecel Madiun, ikan bakar, siomay, batagor, mie ayam, lontong sayur, sampai kopi dolgana. Setiap hari menu berganti hingga selalu bervariasi, tidak monoton selama dua minggu ini. Anak-anakpun senang membantu ibunya memasak apalagi menghabiskan makanan.
2. Mengaji dan Salat Berjamaah
Namanya wabah atau cobaan tentu tak luput dari kehendakNya. Oleh karena itu inilah momen yang tepat untuk shalat berjamaah selama lima waktu sekeluarga mumpung semuanya ada di rumah. Selain itu juga ini waktu yang tepat untuk mengkhatamkan Quran sekaligus mendengar kajian Islam dari rumah. Saat kondisi normal tentu sulit untuk melaksanakan sholat berjamaah selama lima waktu penuh karena kesibukan orang tua dan anak sekolah.
3. Main game
Untuk membunuh waktu dan mengusir bosan, saya juga main game online sekaligus untuk mengencerkan otak agar tidak beku. Game yang dipilih adalah simulasi atau strategi seperti Sim city, airport city, dan sejenisnya yang membuat otak berpikir bagaimana mengelola sebuah kota atau airport agar tetap untung. Main game tidak sekedar membuang waktu, tapi juga untuk mengasah otak agar tetap jalan tidak beku karena di rumah terus-menerus.
4. Menulis dan Membaca
Banyaknya waktu luang juga bisa dimanfaatkan untuk menulis baik di Kompasiana maupun di media lain, atau mencicil menulis buku. Paling tidak setiap hari harus ada tulisan apapun bentuknya agar pikiran tetap terasah dengan baik. Dengan menulis otomatis kita juga harus membaca referensi untuk memperkuat isi tulisan sehingga diperlukan kegiatan membaca baik di internet maupun buku. Kebetulan banyak buku yang masih diplastik siap untuk dibaca mumpung banyak waktu luang.
5. Olahraga
Agar tubuh tetap sehat, saya upayakan untuk senam dan berlari-lari kecil sekitar setengah jam setiap harinya. Jangan sampai karena menghindari corona justru kena penyakit lain akibat mager dan banyak konsumsi makanan enak. Paling tidak tubuh tetap bergerak di masa karantina ini agar lemak-lemak di tubuh terbakar termasuk virus yang mendiami tubuh kita.
6. Matikan TV
Berita di televisi yang masih didominasi oleh informasi buruk tentang corona dapat mempengaruhi kesehatan mental. Oleh karena itu kami putuskan mematikan televisi untuk menghindari pengaruh buruk informasi terhadap pikiran. Kita harus berpikir jernih dan selalu optimis karena akan membangkitkan kekebalan tubuh. Pikiran negatif justru akan semakin melemahkan antibodi yang pada akhirnya malah membuka pintu masuk bagi virus untuk bergerilya di dalam tubuh.
7. Sesekali Menghirup udara segar
Memang bosan terus menerus berada di dalam rumah. Oleh karena itu kami sekeluarga kadang keliling sekitar rumah dengan menggunakan kendaraan pribadi agar tidak bosan, sekaligus mengamati kondisi lapangan di sekitar rumah. Paling jauh sekitar 5-10 kilometer naik mobil atau kalau dekat cukup naik motor saja sekedar untuk menghirup udara segar dan menjaga dari kebosanan tinggal di dalam rumah.
* * * *
Semua ada masanya, ada waktunya sendiri. Suatu saat wabah ini akan berakhir dengan sendirinya walau belum tahu kapan. Tapi tetaplah optimis dan percaya bahwa badai akan lebih cepat berakhir dari yang diprediksi para ahli. Semakin kita disiplin karantina dan berpikir serta bertindak positif, semakin cepat pula badai wabah berlalu. Jangana terpaku pada berita-berita yang selalu mengedepankan info negatif hanya untuk mengejar klikbait tanpa mempertimbangkan dampak negatif dari berita tersebut yang justru akan memperlama penyembuhan dari wabah.
Terakhir saya hanya bisa memohon pada pembuat berita, kedepankan berita baik untuk menciptakan optimisme di tengah situasi yang masih kurang kondusif ini. Jangan mengejar keuntungan di tengah duka orang lain dengan mewartakan berita buruk terus menerus. Jadilah pemberi semangat pada kita yang masih sehat dan mereka yang tertimpa wabah agar cepat sembuh seperti sediakala.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H