Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Kebijakan Penanganan Corona Tak Komprehensif, Antrean pun Mengular

16 Maret 2020   13:12 Diperbarui: 17 Maret 2020   11:08 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wabah virus corona sudah mendunia termasuk Indonesiapun terkena dampaknya. Namun tampak sekali bahwa pemerintah bersama masyarakat memang benar-benar tak siap menghadapi wabah tersebut. Kebijakan yang diambil masih bersifat sektoral atau wilayah, tidak berskala nasional padahal penyakitnya sudah termasuk pandemi yang berskala dunia.

Benar bahwa untuk membatasi penyebaran virus corona yang cepat dan masif perlu mengurangi aktivitas manusia yang berkumpul dalam suatu tempat. Misalnya dalam angkutan umum massal, konser di lapangan terbuka, car free day, dan sebagainya. 

Beberapa pemerintah daerah sudah mengambil kebijakan untuk meliburkan sekolah hingga mengurangi jadwal angkutan umum massal seperti Trans Jakarta dan MRT. 

Namun sayangnya kebijakan tersebut tidak diikuti dengan kebijakan meliburkan kantor atau aktivitas lainnya sehingga yang terjadi justru malah penumpukan penumpang.

Seperti dikutip detik.com di sini, antrian parah terjadi di beberapa halte Trans Jakarta seperti di Puri Beta dekat dengan tempat tinggal saya. Tidak adanya kebijakan libur bagi para pekerja membuat mereka terpaksa mengantri bis karena angkutan lain seperti ojol juga penuh akibat pengurangan bis tersebut. Akhirnya niat untuk mengurangi kumpulan orang malah jadi kickback kebijakan tersebut karena justru makin menambah tumpukan orang mengantri.

Kebijakan meliburkan sekolah mungkin sudah tepat, namun seharusnya tidak hanya sekolah saja yang libur tetapi juga aktivitas perkantoran yang tidak memerlukan tatap muka atau pekerjaan yang mengharuskan kehadiran seperti di pabrik. 

Para pekerja kantor sebaiknya dirumahkan, atau kalau memang harus masuk kantor disediakan angkutan khusus karyawan yang relatif steril daripada bergumul di depan halte yang rawan penularan virus. Membiarkan kantor tetap bekerja sementara angkutan umum dibatasi sama saja dengan mencekik 

Meliburkan atau menutup tempat keramaian tanpa diberi pengarahan atau edukasi yang tepat disertai dengan tingginya kesadaran masyarakat juga bisa jadi salah sasaran. 

Contoh paling gampang ketika tempat hiburan di Jakarta tutup, masyarakat malah justru meramaikan daerah lain seperti Puncak dan Bandung sehingga potensi penyebaran virus malah semakin meluas. Mereka bukannya melakukan hibernasi tapi malah memanfaatkan masa inkubasi virus untuk berlibur di tempat keramaian yang seharusnya dihindari.

Disini tampak sekali tidak adanya kebijakan yang komprehensif antara pemerintah pusat dan daerah dalam menghadapi wabah virus corona. Masing-masing bertindak sendiri-sendiri yang akhirnya justru malah menimbulkan kekacauan, bukan sebaliknya. 

Seharusnya kebijakan meliburkan sekolah, dan juga pegawai dilakukan pemerintah pusat, bukan daerah. Kalau DKI dan sekitarnya libur tapi daerah lain tidak libur, atau hanya anak sekolah saja yang libur tapi pekerja tetap masuk, tentu kebijakan tersebut tidak akan efektif menangkal penyebaran virus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun