Pembangunan infrastruktur sejatinya dimaksudkan untuk memperlancar roda perekonomian. Salah satunya pembangunan jalan tol termasuk jalan layang tol Japek yang memisahkan lalulintas jarak jauh dengan kecepatan tinggi dan lalulintas jarak pendek dengan kecepatan rendah.Â
Lalu lintas jarak jauh dan kecepatan tinggi dikhususkan untuk kendaraan pribadi dengan ketinggian tak lebih dari 2,5 meter saja agar beban jembatan tak terlalu tinggi. Sementara jalan di bawahnya digunakan untuk truk dan kendaraan berat lainnya serta kendaraan pribadi dengan rute jarak pendek seperti ke Bekasi atau Cikarang.Â
Namun ternyata setelah diresmikan kemacetan masih saja terjadi khususnya di jalan tol layang Japek yang seharusnya menjadi katalisator kepadatan lalulintas di jalan tol yang lama. Saya sendiri kemarin pagi mengalami kemacetan di tol layang Japek hampir sekitar 40 menit. Awalnya saya pikir ada kecelakaan, namun ternyata setelah mendekati penyempitan tampak jalan sedang diperbaiki.Â
Ternyata bukan hanya satu ruas itu saja yang diperbaiki, di seberang jalan juga sedang dalam perbaikan. Lokasinya menyebar dengan rata-rata berupa pengaspalan kembali dan perbaikan pagar pembatas serta dilatasi antar jembatan. Memang jalan tersebut masih dalam masa pemeliharaan sehingga kontraktor tetap bertanggung jawab bila ada kerusakan.
Akan tetapi yang menjadi pertanyaan adalah mengapa jalan tol yang baru saja diresmikan sudah harus diperbaiki di beberapa titik sekaligus. Padahal sebelum diresmikan seharusnya kondisi jalan benar-benar sehat dan layak pakai. Apakah karena mengejar target sebelum tahun baru mengingat arus lalulintas saat liburan akhir tahun meningkat pesat, atau memang mengejar penyelesaian pekerjaan yang biasanya memang habis kontraknya di akhir tahun anggaran.
Penyelesaian pekerjaan dengan cepat tentu merupakan hal yang baik agar segera dapat dioperasionalkan mengingat pertumbuhan jumlah kendaraan yang semakin meningkat dari waktu ke waktu. Namun perlu diperhatikan juga masalah kekuatan dan keandalan konstruksinya mengingat pembangunan jembatan tentu berbeda dengan membangun jalan di atas tanah biasa. Diperlukan kehati-hatian yang lebih teliti karena kesalahan sedikit saja dapat berakibat fatal.
Sudah banyak kasus tiang jembatan roboh atau gelegar jembatan patah akibat pengerjaan yang terburu-buru. Untungnya hal tersebut masih dalam masa konstruksi sehingga kontraktor masih bisa diminta pertanggungjawabannya dengan biaya sendiri sebagai bagian dari resiko pekerjaan. Kebayang kalau sudah satu atau dua tahun berjalan tiba-tiba ada kejadian serupa, siapa yang mau bertanggung jawab walau UU menyatakan bahwa kontraktor tetap bertanggung jawab hingga lima tahun ke depan setelah selesai masa kontraknya.
Pembangunan infrastruktur besar-besaran tanpa diimbangi dengan jumlah kontraktor besar yang memadai membuat mereka kehilangan fokus untuk menyelesaikan satu pekerjaan. Para kontraktor besar akhirnya menyerahkan sebagian pekerjaannya pada sub-kontraktor lokal untuk membantu menyelesaikan pekerjaan. Namun akibat kurangnya pengawasan, timbullah berbagai persoalan pasca peresmian suatu proyek infrastruktur.
Masih untung kejadian di tol layang Japek hanya perbaikan ringan saja untuk menambal aspal yang kurang tebal atau memperkokoh dinding pembatas yang di beberapa titik tampak rapuh. Namun demikian tetap saja berdampak menimbulkan kemacetan panjang akibat perbaikan tersebut memakan separuh badan jalan. Akhirnya sebagian pengendara memilih menggunakan jalan tol lama yang semakin padat oleh truk-truk dan bis-bis besar. Perjalanan menjadi lambat walau tidak separah kemacetan di jalan tol layang, namun tetap saja menghambat laju kecepatan kendaraan.
Buat apa ada jalan tol dan tol layang kalau ternyata masih saja terjadi kemacetan atau kelambatan dalam perjalanan. Kalau memang belum siap tak perlulah dipaksakan untuk diresmikan atau digunakan. Lebih baik tutup kembali, perbaiki secara menyeluruh bagian mana saja yang kurang termasuk kondisi jalan yang ajrut-ajrutan, jangan sepotong-sepotong seperti sekarang ini. Lagipula mencegah lebih baik daripada mengobati, artinya sebelum terjadi tragedi massal akibat kerusakan pada jembatan layang tol lebih baik ditutup dan diperiksa kembali secara total.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H