Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

2000 Rupiah Dapat Apa Sekarang?

5 Februari 2020   16:34 Diperbarui: 5 Februari 2020   16:34 718
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Hingga hari ini saya sering hanya membawa 2000 Rupiah di kantong, kadang selembar kadang dua lembar. Bukan karena ingin berhemat tapi memang kondisinya demikian. Motor memang sudah diisi bensin jadi tinggal pulang pergi kantor saja. Di kantorpun saya sering 'puasa' alias tidak jajan karena memang hanya tersedia uang selembar dua ribuan. Memang termasuk nekat cuma membawa uang segitu karena bila terjadi apa-apa di jalan ya sudah nasib..

20 tahun lalu, walaupun sama-sama 1 USD sama dengan 13.ooo-an Rupiah, tapi jauh sekali rasanya. Walau baru saja dihantam krisis moneter tahun 1998 dan kurs USD naik drastis, tapi harga makanan masih terjangkau. 2000 Rupiah masih bisa makan indomie rebus tanpa telor, atau gorengan 10 biji. Sekarang boro-boro indomie, gorengan aja paling dua biji, bahkan ada yang jual sebiji 2000 Rupiah.

Tak terasa, inflasi dalam 20 tahun terakhir sejak krisis moneter cukup tinggi. Waktu awal krismon, tahu goreng yang tadinya cuma 50 Rupiah naik jadi 150 - 200 Rupiah. Krupuk cuma 25 Rupiah naik jadi 100 Rupiah. Bensin yang tadinya 700 jadi 2100 Rupiah. Sekarang tahu goreng jadi 1000-2000 Rupiah, tergantung posisi. Kalau dekat kantor sudah 2000 Rupiah, tapi di dekat rumah masih 1000 Rupiah. Krupuk juga sami mawon. Bensin sekarang 6550 walau sempat naik tinggi 8500 Rupiah.

Sekarang uang 2000 Rupiah hanya bisa membeli satu dua potong tahu atau krupuk, dua buah bakso cilok, bayar parkir motor, sama pipis di toilet. Bahkan uang 10 Ribu pun sekarang kadang tidak cukup untuk sekali makan. Minimal harus bawa uang 20 Ribu Rupiah untuk makan setengah kenyang. Kalau mau enak seperti nasi padang minimal harus ada 50 Ribu di kantong supaya masih ada kembalian.

Banyak orang, termasuk ekonom sekalipun, tidak menyadari bahwa inflasi real sudah sedemikian tinggi. Benar bahwa secara agregat inflasi masih pada kisaran di bawah dua digit, tapi secara riil di lapangan kondisinya tidaklah demikian. Memang ada harga barang yang tetap atau turun seperti hape, televisi, dan beberapa barang elektronik lainnya. Tapi makanan justru hampir tiap tahun selalu naik. Uang belanja tiap tahun harus ditambah, sementara gaji naik lima tahun sekali menjelang pemilu.

Selain makanan, barang lain yang cepat naik harganya adalah rumah dan kendaraan bermotor, sementara tanah lebih fluktuatif tergantung lokasi. Harga rumah dan mobil baru sudah tidak ada lagi yang di bawah 100 jutaan, bahkan rumah subsidi sekalipun. Padahal tujuh tahun lalu masih ada rumah dengan harga 50 jutaan.

Lalu kenapa hal ini terjadi? Jawabannya sederhana, sebagian besar masyarakat kita hidupnya cenderung konsumtif dan gampang penasaran. Baru setahun sudah ganti hape baru, baru lima tahun mobil sudah ganti. Warung kopi yang harganya aduhai selalu penuh, padahal rasanya biasa-biasa saja, hanya sekedar untuk memenuhi hasrat nangkring saja.

Apalagi iming-iming kemudahan kredit membuat konsumsi naik tanpa disadari bahwa kenaikan tersebut akan memicu kenaikan harga sebagai dampak dari hukum ekonomi, semakin banyak permintaan semakin tinggi harganya.

Disinilah seharusnya pemerintah berperan untuk mengendalikan pasar. Kredit benar-benar dibatasi, misalnya hanya untuk rumah atau mobil pertama, selanjutnya harus cash and carry. Masyarakat juga harus diedukasi mengenai pentingnya fungsi suatu barang daripada sekedar buat gaya. Sektor produksi harus ditingkatkan, UKM didorong untuk lebih produktif dan diberikan akses ke pasar, jangan cuma pemain besar saja.

Tanpa pengendalian inflasi, suatu saat kita bisa seperti Venezuela yang nilai uangnya jatuh akibat salah kebijakan. Terlalu memanjakan rakyat denan berbagai subsidi ternyata tidaklah baik, tapi membangun masyarakat produktif haruslah menjadi prioritas untuk mengimbangi konsumsi yang semakin tidak terkontrol sekarang ini. Uang 2000 Rupiah semakin tak berguna bila tidak ada langkah-langkah untuk mengendalikan pasar.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun