Bicara rokok ibarat dua sisi pedang yang tajam ke bawah namun tumpul ke atas. Penikmatnya diuber-uber terus seperti penjahat, tapi duit cukainya juga dikejar-kejar sampai ujung dunia.
Bagi penikmatnya, rokok ibarat inspirasi jutaan ide brilian ketika sedang mentok nulis skripsi atau deadline pekerjaan. Ditemani secangkir kopi pahit, rokok bisa menggerakkan jari-jari di depan keyboard komputer atau ponsel yang awalnya buntu tak ada ide sama sekali.
Para penulis, musisi, seniman, bahkan sebagian olahragawan sekalipun rokok bisa jadi teman setia untuk meningkatkan motivasi serta menciptakan karya-karya bernas.Â
Pramoedya Ananta Toer, pengarang besar negeri ini contohnya, produktif menulis sekalipun dibui dengan ditemani sebatang rokok. Iwan Fals dan banyak musisi negeri ini juga menciptakan karya-karya fenomenal yang keluar setelah menghisap rokok.
Tanpa rokok, kreativitas mandek, otak jadi tumpul. Lihatlah mereka yang berhenti merokok, karyanya langsung ambyar tak keruan hasilnya.
Di sisi lain, rokok paling dibenci emak-emak dan praktisi kesehatan. Alasannya jelas, asapnya sangat mengganggu menyaingi kabut asap yang sedang melanda negeri ini, apalagi bila dilakukan di tempat umum. Rokok konon juga merusak paru-paru dan jantung dalam jangka panjang.
Sayangnya, banyak orang termasuk pakar kesehatan sekalipun menggeneralisir bahwa semua rokok itu jahat. Padahal kalau boleh jujur, seharusnya diteliti lebih dalam apakah yang menderita itu biasa menghisap rokok kretek atau filter, apalagi rokok kertas yang memang jelas-jelas dapat memicu kanker.
Coba lihat para kiai di ponpes, atau petani di desa yang merokok kretek, usianya rata-rata lebih dari 80 tahun dan tetap sehat. Sementara penghisap rokok filter apalagi kertas justru banyak yang akhirnya mengindap penyakit jantung, kanker, dan sebagainya.
Pemerintah sendiri bersikap banci terhadap rokok. Di satu sisi terus menghimbau untuk tidak merokok dan membatasi ruang gerak perokok di tempat umum. Namun di sisi lain pemerintah butuh cukainya untuk menghidupi negara ini.Â
Tidak main-main, cukai rokok menghasilkan pemasukan negara sekitar 159 Triliun Rupiah atau sekitar 12% dari pendapatan negara sebesar 1.316 Trilyun. Pendapatan tersebut cukup untuk menghidupi kementerian besar seperti Dikbud atau PU. Bayangkan jalan yang kita lalui dibangun dari asap rokok.