Pengadaan barang, apalagi dengan jumlah besar, sangat rawan dengan penyimpangan dan korupsi. Keuntungan diskon pembelian harga barang secara grosir bisa berpindah ke tangan petugas atau pejabat yang menangani pembelian barang, sementara perusahaan tetap harus membayar sesuai harga pembelian satuan. Faktur bisa dibuat dan diatur sesuai 'kesepakatan' petugas dengan penjual agar disesuaikan dengan harga normal.
Kemajuan teknologi turut mendukung terciptanya perdagangan secara online. Transaksi dapat dilakukan melalui internet tanpa harus bertatap muka atau datang langsung ke toko atau pabrik.Â
Pembeli bisa langsung melihat barang melalui internet dan apabila cocok bisa langsung membuat penawaran kepada penjual. Penjualpun juga tidak memerlukan show room atau toko besar untuk menjajakan barangnya, tapi cukup dengan memajang foto barang dan spesifikasi sekaligus harganya di internet.
Sekarang ini mulai tumbuh b2b marketplace untuk belanja perusahaan dalam berbagai skala, mulai dari UMKM hingga perusahaan besar. Marketplace tersebut berfungsi sebagai perantara antara pembeli (perusahaan yang membutuhkan barang) dengan penjual (vendor yang menyediakan barang) untuk mempermudah proses transaksi, mulai dari penawaran hingga penerbitan PO (purchase order) yang transparan sehingga lebih efisien dan efektif dalam pengadaan barang bagi perusahaan.
Proses e-procurement atau pengadaan barang secara elektronik dilakukan melalui marketplace tanpa tatap muka antara perusahaan dengan vendor. Paling tidak, ada tiga titik rawan dalam pengadaan barang yang dapat diminimalisir dengan e-procurement, yaitu:
1. Mark up harga
Seperti telah ditulis di atas, pengadaan barang secara offline berpotensi terjadinya mark up harga atau menaikkan harga di atas harga normal atau tidak memberi diskon untuk pembelian banyak. Mark up tersebut dapat dilakukan karena tidak ada harga pembanding bila membeli secara offline.
Dengan adanya e-procurement, kita bisa membandingkan harga termurah di antara para penyedia barang. Kita juga bisa melakukan penawaran langsung untuk memperoleh harga termurah kepada para penyedia barang yang sama atau sejenis.
2. Barang fiktif
Pembelian barang-barang terutama habis pakai seperti kertas, tinta, pulpen sangat rawan untuk difiktifkan karena tidak jelas berapa kebutuhan riilnya. Pembelian secara offline dapat berpotensi menyelipkan kelebihan barang-barang tersebut dalam nota pembelian.Â
E-procurement dapat memastikan jumlah barang yang dibeli sesuai dengan stok yang dikeluarkan oleh penyedia barang, jadi sulit untuk 'menyelipkan' kelebihan jumlah barang dalam nota karena barang keluar dari gudang akan sesuai jumlahnya dengan nota yang tertulis secara online.
3. Suap/Fee
Bertemunya pembeli dan penjual secara langsung berpotensi terjadinya penyuapan. Petugas pengadaan barang bisa disuap oleh penyedia barang agar membeli barang dari tokonya, paling tidak menerima fee dalam jumlah tertentu yang tidak tercantum dalam nota pembelian tapi sudah dimasukkan dalam mark up harga barang tersebut.