Setiap kejadian bencana, apapun bentuknya, akan selalu melahirkan drama yang meneteskan air mata. Pun dalam peristiwa gempa dan tsunami yang terjadi di Palu dan Donggala hari Jumat lalu masih menyisakan banyak cerita drama dan duka serta pengorbanan yang tiada tara. Salah satunya adalah kisah seorang Airman bernama Antonius Gunawan Agung yang tetap berada di menara yang nyaris rubuh demi mengamankan penerbangan terakhir yang sedang dalam posisi take off.
Begitu mendengar berita tersebut, saya langsung menangis menitikkan air mata. Betapa tidak, di era dimana materialisme dan kapitalisme telah menguasai pola pikir dan gaya hidup kita, ternyata masih ada orang yang berdedikasi tinggi bahkan hingga mengorbankan nyawanya demi keselamatan ratusan jiwa dalam pesawat yang hendak lepas landas. Padahal dia bisa saja ikut kawan-kawannya lari dari menara dan membiarkan pesawat tersebut terbang sendiri, dan dalam keadaan darurat hal tersebut memang dibolehkan bahkan diharuskan untuk meninggalkan tempat bekerja.
Di zaman sekarang ini, rasanya langka sekali mendengar seseorang rela bertugas hingga titik darah terakhir tanpa memedulikan bahaya yang terjadi di sekitarnya. Orang lebih banyak menuntut hak daripada menjalankan kewajiban sebagaimana mestinya. Dedikasi dan loyalitas diukur dengan seberapa besar gaji yang diperoleh, bukan karena tanggung jawab pekerjaannya. Waktu kerja diukur dari jam kerja yang menjadi kewajibannya, bukan dari seberapa besar tanggung jawab yang sudah diselesaikan.
Banyak di antara kita bekerja hanya untuk mencari uang dan menikmati fasilitas yang diperoleh selama bekerja. Minggu-minggu ini ratusan ribu orang berebut kursi untuk menjadi PNS, hanya demi mendapatkan status kemapanan gaji serta kenyamanan bekerja, lalu keamanan setelah pensiun nanti. Begitu saya tulis harus siap bekerja 24 jam sehari tujuh hari seminggu, ada yang menyatakan keliru, padahal maksudnya sebagai PNS kita harus berdedikasi tinggi dengan mengedepankan tanggung jawab, bukan sekedar haknya saja yang harus dituruti.
Dedikasi dan tanggung jawab untuk menuntaskan pekerjaan menjadi barang langka. Kalau bisa besok, kenapa harus sekarang diselesaikan, toh sudah lewat jam kerja, lagipula tidak ada uang lembur. Tidak salah juga sih berpikir demikian bila memang situasi dalam kondisi normal. Namun namanya hidup, termasuk bekerja pasti ada gejolak, ada permasalahan yang harus segera dituntaskan tanpa harus menunggu esok hari. Inilah yang membedakan orang yang berdedikasi dengan orang yang hanya menunggu gajian.
Antonius mengajarkan pada kita bahwa tanggung jawab harus diselesaikan terlebih dahulu walau situasi sudah tidak lagi memungkinkan untuk menyelamatkan diri. Setelah pesawat benar-benar lepas landas, barulah dia memikirkan dirinya sendiri untuk mencari jalan keluar. Karena situasilah yang membuatnya memutuskan untuk loncat dari menara walau dengan resiko patah tulang hingga meninggal dunia. Namun yang lebih penting adalah upayanya untuk menyelamatkan diri masih dilakukan walau akhirnya ajal tetap menjemput.
Bekerja bukanlah sekedar mencari uang untuk menghidupi diri dan keluarga, tapi juga bermanfaat buat orang banyak. Seharusnya kita merenung apakah yang kita kerjakan selama ini sudah memberi manfaat bagi banyak orang? Paling tidak apa yang kita lakukan bisa menyelamatkan kehidupan di muka bumi ini, bukan malah sebaliknya. Selamat jalan Antonius, semoga Tuhan memberkatimu di alam sana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H