Seperti biasa, Pak Dhe Jokowi memang selalu membuat kejutan yang tak pernah disangka banyak orang, termasuk pemilihan wakilnya dalam pilpres mendatang. Hingga detik terakhir pengumuman, justru nama Mahmud MD menjadi calon kuat untuk mendampingi Jokowi bertarung dalam pilpres nanti. Namun impian Mahfud mendampingi Jokowi buyar setelah deklarasi resmi pasangan tersebut sore tadi.
Sejujurnya, pemilihan Ma'ruf Amin sebagai cawapres seperti mengandung unsur perjudian politik. Bagaimana tidak? Orang yang tadinya tidak masuk bursa tiba-tiba menyeruak mengalahkan nama-nama beken yang masuk daftar elektabilitas seperti Moeldoko, Mahfud MD, Sri Mulyani, Cak Imin, dan Airlangga Hartarto. Jokowi tampak terlalu percaya diri sehingga berpasangan dengan sandalpun tetap menang, padahal dalam dunia politik segala sesuatu bisa terjadi seperti kasus Ahok.
Dugaan saya, masuknya Ma'ruf Amin diharapkan untuk meredam gejolak perpecahan bangsa yang masih marak di medsos antara golongan Islam Nasionalis melawan Islam Kanan kalau tidak boleh disebut sebagai radikal.Â
Ma'ruf yang awalnya tampak berseberangan dengan Jokowi lambat laun bisa merapat bahkan menjadi anggota Wantimpres, bersama beberapa orang lainnya seperti Ali Mochtar Ngabalin dan Kapitra Ampera yang luluh hingga bersedia berbalik arah.
Selain itu, di luar tekanan politik para partai pengusung, Jokowi tampaknya ingin mengubah haluan pemerintahan yang tadinya berbasis pembangunan infrastruktur menjadi pembangunan sumberdaya manusia.Â
Diangkatnya Ma'ruf Amin tentu diharapkan dapat mendorong pengembangan manusia Indonesia yang lebih beradab, berbudaya, dan taat beragama serta untuk mengurangi dampak dari perpecahan yang terjadi di medsos seperti tengah berlangsung saat ini.
Ma'ruf diharapkan dapat merangkul para kyai NU dan ustadz-ustadz yang berseberangan namun berkawan dekat dengan beliau agar bersedia memilih pasangan Jokowi-Ma'ruf pada pilpres mendatang. Jumlah massa NU yang signifikan sepertinya turut mendorong Jokowi untuk memilih Ma'ruf yang rekam jejaknya masih relatif bersih ketimbang tokoh lain yang siap dikorek masa lalunya untuk dibully.
Namun tampaknya Jokowi lupa, bahwa massa NU hanyalah sepertiga dari penduduk Indonesia dan belum tentu semua akan memilih beliau pada pilpres mendatang, karena ada unsur NU juga di partai oposisi.Â
Selain itu para pemilih dari kalangan nasionalis dan non muslim tentu akan kecewa berat karena tidak ada unsur yang mewakili mereka. Dari sisi ini, sebenarnya Mahfud lebih unggul ketimbang Ma'ruf yang hanya laku di kalangan Islam tertentu saja.
Tidak selamanya perjudian Jokowi membuahkan hasil maksimal. Contoh paling gampang adalah pengangkatan Rizal Ramli menjadi Menko Maritim yang justru menjadi blunder dalam kabinet. Niat Jokowi agar orang yang berseberangan bisa berperan di kabinet gagal karena RR seperti tak peduli dengan perintah beliau, bahkan cenderung tetap berseberangan meski sudah berada di dalam pemerintahan.Â
Lalu pengangkatan Archandra Tahar yang juga menimbulkan kontroversi dwi kewarganegaraan sebelum akhirnya beliau mengembalikan status WN Amerika Serikatnya menjelang dilantik kembali menjadi Wamen ESDM.