* * * *
Sebagai pemain, prestasi Dalic boleh dibilang biasa-biasa saja, hanya berpindah-pindah klub di seputar Liga Yugoslavia, mulai dari klub beken Hajduk Split, sebentar ke Titograd dan Velez Mostar, kemudian agak lama sekitar empat musim di Varteks, lalu kembali lagi ke Split, sebelum mengakhiri karirnya di Varteks. Di klub inilah Dalic naik pangkat jadi asisten manajer dari tahun 2000 hingga 2005 dan sempat membantu Blazevic selama dua musim terakhir, sebelum menggantikannya jadi manajer penuh pada bulan Mei 2005. Di tahun pertamanya Varteks finish di urutan ketiga Liga Kroasia dan menjadi runner-up Piala Kroasia.
Dua tahun di Varteks, Dalic pindah ke Rijeka, klub yang mengalahkan Varteks di final Piala Kroasia dua tahun sebelumnya. Namun hanya bertahan setahun, setelah menduduki peringkat keempat liga Dalic mencoba peruntungan di negeri tetangga Albania dengan melatih Dinamo Tirana. Di klub tersebut Dalic mempersembahkan Albania Supercup, namun setengah tahun kemudian berhenti setelah kalah derbi dengan Tirana dan Partizan. Setelah itu Dalic melatih klub Slaven Belupo selama semusim, sebelum akhirnya hijrah ke padang gurun.
Musim pertama Dalic melatih Al Faisali, sebuah klub Liga Profesional Arab Saudi dan membawanya lolos ke King's Cup, serta menjadi pelatih terbaik musim 2010-2011. Tahun berikutnya Dalic pindah ke Al Hilal B, namun tak sampai setengah tahun naik tingkat ke tim utama Al Hilal menyusul dipecatnya manajer sebelumnya Antoine Kombuare, dan membawanya jadi juara Prince Cup serta runner up Liga Profesional Arab Saudi.
Namanya mulai bersinar setelah pindah ke Al Ain, sebuah klub di Uni Emirat Arab, walau sebelumnya sempat menolak tawaran klub lamanya Hajduk Split. Di klub ini Dalic mempersembahkan UAE President Cup 2013-14, Arabian Gulf League 2014-15, dan Arabian Gulf Super Cup 2015. Prestasi besarnya adalah membawa Al Ain menjadi runner up Liga Champions Asia tahun 2016 setelah kalah di final melawan Jeonbuk Hyundai Motors dengan agregat 3-2.
* * * *
Sukses di padang gurun berlanjut ketika berhasil membawa Kroasia lolos babak play off setelah menghempaskan Yunani dengan skor 4-1 di kandang sendiri dan berhasil menaham imbang tanpa gol di kandang lawan. Di awal piala dunia, penampilan Kroasia semakin mengejutkan. Setelah mengalahkan Nigeria dengan skor 2-0, Kroasia tampil impresif saat menghempaskan favorit juara Argentina tiga gol tanpa balas dengan memanfaatkan kesalahan kiper Willy Caballero serta kurang disiplinnya pertahanan Argentina. Kroasia akhirnya bertemu lagi dengan Islandia yang menjadi musuh bebuyutan di kualfikasi grup I zona Eropa, dan menang tipis 2-1 untuk memastikan langkah mereka di babak kedua.
Di perdelapan final, Kroasia memulangkan Denmark melalui adu penalti 3-2 setelah skor tetap 1-1 di akhir perpanjangan waktu. Di perempat final, pertarungan lebih seru karena Rusia sempat unggul lebih dulu melalui Cheryshev lewat tendangan maut dari luar kotak penalti. Kramaric menyamakan kedudukan melalui sundulan kepala di babak kedua dan pertandingan dilanjutkan dengan perpanjangan waktu. Giliran Kroasia unggul setelah sundulan Vida membobol gawang Akifeev, namun dibalas oleh Fernandez lima menit sebelum bubaran. Penalti akhirnya menjadi penentu kemenangan Kroasia setelah menang dramatis hingga tendangan terakhir Rakitic membuat skor penalti menjadi 4-3.
Setelah itu justru Kroasia menguasai jalannya pertandingan, beberapa kali Modric, Mandzukic, Rakitic nyaris membobol gawang Pickford yang bermain gemilang malam itu. Pemain Inter MIlan Ivan Perisic akhirnya memecah kebuntuan setelah berhasi menyamakan kedudukan di menit ke-68. Pertandingan dilanjutkan melalui perpanjangan waktu, dan sepuluh menit sebelum peluit berakhir sontekan Mandzukic berbuah gol akibat kesalahan koordinasi pertahanan Inggris mengantisipasi sundulan Perisic.
Sukses luar biasa ini tentu mengejutkan bahkan oleh Dalic sendiri yang tidak menyangka bakal melangkah sejauh itu. Di awal piala dunia, pasar taruhan bahkan hanya memasang 33:1 untuk Kroasia juara dan 12:1 bila masuk final, jauh dari tim-tim favorit yang keburu tumbang seperti Brasil yang diunggulkan 4:1 jadi juara dan 9:4 bila masuk final, sementara juara bertahan Jerman diunggulkan di angka 9:2 untuk juara dan 9:4 bila melaju ke final. Seperti kata pepatah, kemampuan bisa ditunjukkan bila diberi kesempatan, dan itulah yang tak disia-siakan oleh Dalic.
"We all remember Lilian Thuram 20 years ago. This may be our opportunity to respond, but both teams deserved to reach the World Cup final. We'll do the best we can, even though France is a top team with world-class individuals. It will be a tough, great match to enjoy. Against England, we were the better side and took control, even after conceding.Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!