Setelah mampir sejenak di Kampung Lawas Maspati, perjalanan lanjut ke Tugu Pahlawan yang jaraknya tak terlalu jauh. Sebenarnya saya ingin cerita sedikit tentang Tugu Pahlawan, tapi karena sudah ada yang menulis beberapa waktu lalu, maka saya gabungkan saja cerita di penghujung perjalanan saya sebelum kembali ke Bandung.
Baca juga: Luxury Sleeper Train (Tak) Semewah Iklannya
Tugu Pahlawan merupakan ikon utama kota
Surabaya yang wajib dikunjungi. Belum khatam rasanya ke Surabaya kalau tidak mampir ke sini. Walau hari libur, namun karena masih pagi dan sibuk mencoblos, maka
taman ini tampak tak terlalu ramai pengunjung. Lagipula panasnya cukup terik walau masih jam delapan pagi. Beberapa orang tampak berteduh di bawah tugu pahlawan dan tugu Soekarno Hatta yang ada di pintu masuk taman.
Gerbang Utama Masuk Tugu Pahlawan (Dokpri)
Tamannya sendiri modelnya seperti alun-alun kota namun dikelilingi tembok sehingga relatif terpelihara dengan baik. Walau ada tiga pintu masuk, hanya satu yang dibuka yaitu dari arah selatan. Hal ini untuk mempermudah kontrol keluar masuk orang sehingga dapat dilacak apabila terjadi sesuatu di dalam taman. Di sekitar taman ditanami pepohonan dan bunga untuk memperindah taman dan menyejukkan udara yang panas akibat sengatan sinar matahari. Di sisi kanan taman seberang jalan terdapat kantor gubernur Jawa Timur yang sedang lowong menunggu hasil pilkada hari itu.
Kantor Gubernur Jawa Timur (Dokpri)
Baca juga: Belajar Sejarah Pergerakan Nasional di Musium Dr. Soetomo
Musium Sepuluh November (Dokpri)
Karena masih pada mencoblos itulah, musium baru buka pukul sepuluh pagi. Padahal jam tersebut saya harus sudah meninggalkan tempat menuju
bandara agar tidak ketinggalan pesawat. Akhirnya saya hanya keliling taman saja, melihat dan memotret beberapa peninggalan perang seperti bekas mobil Bung Tomo, meriam yang digunakan tentara sekutu, serta patung para pahlawan yang berjuang dalam peristiwa 10 November 1945. Setengah jam sudah saya berkeliling taman, lalu keluar cari warung kopi dan nangkring sejenak sambil menghela nafas.
Setelah ngopi, saya naik angkot menuju gedung bersejarah lain,
Siola yang sekarang menjadi musium Surabaya. Jaraknya tidak terlalu jauh, tapi karena panas terpaksa harus naik lin N, sebutan angkot di Surabaya. Lagi-lagi mengingat hari libur musium pun tutup karena berada satu gedung dengan mall layanan satu atap Pemkot Surabaya. Di depan musium terdapat ketel uap dan meriam bekas VOC yang dipajang untuk memperindah musium.
Bemo Angkutan Surabaya Jaman Dulu (Dokpri)
Saya hanya bisa mengambil foto dari kaca jendela yang tembus pandang, memamerkan benda-benda yang pernah hidup berkeliaran di kota Surabaya, seperti bemo, becak, lalu peralatan rumah sakit, ambulans, dan beberapa benda bersejarah yang ikut menghidupkan kota Surabaya di masa lalu. Beruntung kota Surabaya memiliki pemimpin yang peduli sejarah sehingga masih bisa mengumpulkan benda-benda tersebut dalam satu musium tersendiri.
Mal Pelayanan Publik (Dokpri)
Baca Juga: Menyusuri Lorong Waktu di Kampung Lawas Maspati
Lihat Trip Selengkapnya