Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Menyusuri Lorong Waktu di Kampung Lawas Maspati

9 Juli 2018   18:35 Diperbarui: 11 Juli 2018   09:28 3659
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warga Kampung Lawas Main Ular Tangga (Dokumentasi Pribadi)

Selepas berkunjung ke museum Dr. Soetomo Surabaya seperti telah diceritakan di sini, perjalanan dilanjutkan menuju Tugu Pahlawan yang berjarak sekitar satu kilometer dengan berjalan kaki. 

Di tengah perjalanan, mata saya tertambat pada sebuah papan petunjuk bertuliskan Kampung Maspati. Penasaran, saya coba masuk ke salah satu gang. Bapak-bapak yang sedang nongkrong di sebuah gardu ronda tampak curiga. Maklum, lagi hari pilkada, semua orang sedang bersiap mencoblos, jadi wajar saja kalau dikira penyusup.

Papan Petunjuk Kampung Lawas Maspati (Dokumentasi Pribadi)
Papan Petunjuk Kampung Lawas Maspati (Dokumentasi Pribadi)

"Maaf pak, ini kampung wisata ya?" tanya saya sebelum ditanya duluan.

"Oh ya, betul. Bapak dari mana?" tanya orang tersebut.

"Saya dari Jakarta, mau lihat-lihat, tadi penasaran aja baca plang di depan situ," jawab saya sambil menunjuk papan nama yang ada di trotoar.

"Oh ya silakan pak." Bapak tadi mempersilakan saya jalan terus.

"Terima kasih pak," saya langsung bergerak sebelum banyak pertanyaan timbul.

Gerbang Masuk Kampung (Dokumentasi Pribadi)
Gerbang Masuk Kampung (Dokumentasi Pribadi)
Memasuki lorong gang di Kampung Lawas Maspati serasa memasuki sebuah lorong waktu. Di sisi kanan kiri berderet bangunan tua yang masih berusaha dilestarikan, walau beberapa rumah tampak sudah dimodifikasi. Lantai gang diberi hiasan seperti ular tangga atau permainan congklak, persis seperti di Kampung Warna Warni Malang. 

Lantai Lorong 3D (Dokumentasi Pribadi)
Lantai Lorong 3D (Dokumentasi Pribadi)
Di tengah perjalanan, saya kembali ditanya salah seorang warga yang sedang nangkring bersama para tetangganya.

"Mau cari siapa pak?" tanya warga tersebut sambil menatap penuh curiga.

"Ah, enggak pak. Saya lagi jalan-jalan di sini, tadi lihat plang nama Kampung Wisata," saya coba menjelaskan maksud dan tujuan dengan singkat.

"Oooh, kalau begitu silakan. Gang ini panjang lho sampai ke ujung sana," jawab warga tersebut.

"Terima kasih pak, maaf, kalau boleh saya ambil gambar rumah tua itu?" pinta saya untuk sedikit mengalihkan perhatian.

"Oh, boleh, silakan."

Salah Satu Rumah Tua Jadi Warung Kopi (Dokumentasi Pribadi)
Salah Satu Rumah Tua Jadi Warung Kopi (Dokumentasi Pribadi)
Saya langsung ambil beberapa gambar termasuk mereka yang sedang nangkring. Setelah itu saya pamit meninggalkan mereka yang sedang menanti waktu pencoblosan. 

Jaman sekarang memang lebih banyak rasa saling curiga daripada saling membantu, apalagi saat pemilu seperti ini. Untunglah keramahan masih tampak di wajah mereka, pertanda saya bukanlah penyusup yang dicurigai nebeng nyoblos.

Rumah Tua Lainnya (Dokumentasi Pribadi)
Rumah Tua Lainnya (Dokumentasi Pribadi)
Dugaan saya, kampung ini memang sengaja dilestarikan karena memiliki nilai sejarah panjang. Konon menurut cerita seperti tertulis di website kampunglawas.com, kampung ini dulunya merupakan bekas tempat tinggal para pejabat di masa Kerajaan Mataram saat sedang berjuang melawan penjajahan Belanda. 

Selain itu kampung ini juga pernah menjadi dapur umum pada saat peristiwa 10 November 1945 yang terkenal itu. Ah, jadi teringat teriakan Bung Tomo sewaktu membangkitkan perlawanan arek-arek Suroboyo terhadap Inggris yang mengultimatum pejuang kemerdekaan untuk menyerahkan senjata.

Area Selfie (Dokumentasi Pribadi)
Area Selfie (Dokumentasi Pribadi)
Kampung ini didesain seperti model kampung-kampung tematik yang ada di Malang. Tidak hanya bangunannya saja yang dilestarikan, tapi juga ada beberapa tempat yang dibuat khusus untuk berwisata, seperti tempat selfie, kebun cincau, area rumah lawas, 3D area, dan beberapa usaha kecil seperti pembuatan pastel, markisa, dan sebagainya. 

Para wisatawan tinggal memilih wahana mana yang ingin dikunjungi, bisa sendiri atau didamping pemandu dari warga setempat. Tanpa pemandu, saya terus menyusuri lorong waktu yang tidak berujung ini.

Kebun Cincau (Dokumentasi Pribadi)
Kebun Cincau (Dokumentasi Pribadi)
Sayangnya karena waktu masih pagi, suasana tampak sepi. Warga tampak bersiap untuk mencoblos di pilkada Jatim. Sayapun bebas melenggang tanpa dikenai biaya masuk karena belum ada yang jaga. 

Di sini aturan cukup ketat, motor tidak boleh dinaiki, tapi dituntun agar tidak menimbulkan polusi baik suara maupun asap. Tampak beberapa warga mendorong motornya dari depan trotoar hingga ke dalam rumah yang jaraknya bisa mencapai 200 meter lebih.

Warga Mendorong Motor (Dokumentasi Pribadi)
Warga Mendorong Motor (Dokumentasi Pribadi)
Suasananya cukup rindang dan bersih di tengah panas pagi yang mulai menyengat. Kampung ini tampak kontras dengan lingkungan sekitarnya yang sudah dipenuhi bangunan modern di sepanjang jalan Bubutan menuju ke arah Tugu Pahlawan. 

Buat warga kota Surabaya atau pelancong seperti saya, kampung ini bisa jadi alternatif wisata di samping obyek wisata lain yang sudah umum seperti kebon binatang atau taman.

Tempat Usaha Produksi Pastel (Dokumentasi Pribadi)
Tempat Usaha Produksi Pastel (Dokumentasi Pribadi)
Syukurlah Kota Surabaya masih memiliki beberapa kampung seperti ini yang terpelihara dengan baik, tidak begitu saja berubah menjadi modern namun kumuh seperti di kota-kota besar lainnya. 

Semoga walikota berikutnya mampu mempertahankan kampung-kampung tersebut dari derasnya incaran para investor yang berspekulasi tanah di perkotaan yang mengubah wajah kota menjadi hutan beton.

Gerbang Utama Kampung Lawas Maspati (Dokumentasi Pribadi)
Gerbang Utama Kampung Lawas Maspati (Dokumentasi Pribadi)
(bersambung)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun