Sebenarnya kereta tidur atau sleeper train sudah banyak digunakan di berbagai negara terutama untuk perjalanan jauh yang memakan waktu lebih dari 8 jam.Â
Di Indonesia dulu semasa Orde Baru, kita sempat memiliki kereta tidur yang dirangkaikan dengan KA Bima, namun usianya tak lama karena Bima berganti menjadi eksekutif biasa seperti kereta Argo yang lain. Lama tak terdengar kabar mengenai kereta tidur, tanpa diduga KAI mengumumkan akan menguji coba kereta tidur pada rangkaian kereta Argo Bromo Anggrek mulai seminggu sebelum Lebaran, tepatnya tanggal 11 Juni 2018 lalu.
Promo di Web KAI (Sumber: https://kai.id)
Mendengar kabar tersebut, rasa penasaran saya langsung bangkit. Begitu buka aplikasi tiket online, jatah kursi tinggal satu saja, padahal baru beberapa jam saja diumumkan. Pas mau bayar, tiket keburu diambil orang lain alias telat mengklik tombol bayar. Sampai habis Lebaran, tiket
 sleeper langsung ludes terjual dari dua relasi, baik
Jakarta -
Surabaya maupun sebaliknya. Penasaran, saya coba cek tanggal lain, rupanya promo tersebut berakhir pas hari Senin pertama masuk kerja atau tanggal 25 Juni 2018.
Sepinya Ruang Tunggu Kereta (Dokpri)
Sampai hari Kamis tanggal 21 Juni 2018, belum ada kejelasan kapan tiket
sleeper train dijual kembali. Iseng-iseng hari Jumat saya buka lagi aplikasi online, belum dijual juga.
Penasaran saya buka website KAI langsung, gotcha!! Ternyata penjualan untuk 2 minggu ke depan sudah dibuka kembali. Kebetulan hari Rabu ada Pilkada serentak, walau belum ada kepastian libur, saya nekat saja memesan tiket Jakarta - Surabaya mumpung masih harga promo.
Waktu Tidur Tiba Lampu Dimatikan (Dokpri)
Hari H pun tiba, dengan
busway saya menuju
Gambir dan tak sabar lagi menanti kereta yang katanya mewah tersebut. Informasi yang saya peroleh dari beberapa web, model
sleeper train-nya tidak seperti kebanyakan di Eropa atau Asia, berupa kamar-kamar atau kursi yang diubah fungsi jadi tempat tidur saat malam hari. Bentuknya mengacu kepada kelas bisnis pesawat komersial berbadan besar jarak jauh seperti yang pernah dipakai Gubernur Anies ke Amerika.
Tampak Luar Gerbong Sleeper Luxury Train (Dokpri)
Dalam rangkaian gerbong, kereta
 luxury sleeper train berada paling depan, tepat di belakang
lokomotif. Agak aneh juga karena biasanya di belakang lokomotif terdapat gerbong pembangkit tenaga, baru gerbong penumpang.
Akibatnya suara mesin tetap terasa keras walau sudah ditambah panel peredam suara. Di belakangnya baru dipasang gerbong eksekutif hingga baris terakhir baru kereta pembangkit. Jadi kalau dari Surabaya posisinya bertukar tempat dengan gerbong pembangkit.
Kursi Yang Bisa Ditidurkan (Dokpri)
Begitu masuk ke dalam kereta, sekilas memang tampak mewah seperti di kelas bisnis pesawat komersial. Namun begitu menuju bangku sesuai nomor tiket, saya langsung
 ilfil melihat kualitas bahan yang digunakan.
Panel-panelnya kurang rapi pemasangannya, bahan kursi dan pelapis dindingnya juga tidak semewah gambarnya. Sementara televisinya persis seperti di bis-bis malam yang dipasangi TV seperti di Turki atau Malaysia, tampak kurang berkelas seperti di pesawat kelas bisnis.
Panel Tombol Kursi dan Hiburan (Dokpri)
Kursinya sendiri bisa diatur melalui tombol otomatis yang berada di sebelah kanan. Kursi bisa dimiringkan dari posisi tegak hingga posisi tidur alias lurus 180 derajat.
Sementara di ujung kursi terdapat sandaran kaki yang juga bisa diluruskan sejajar dengan posisi tidur. Kalau diukur panjang tidurnya bisa mencapai sekitar 160 cm, kalau tinggi kita lebih bisa menyelipkan kaki di tempat tas yang berada di bawah televisi.
Box Tempat Menyimpan Barang Berharga (Dokpri)
Di belakang panel tombol terdapat box untuk menyimpan barang berharga dan bisa mengisi baterai gawai. Sayangnya ukurannya kecil sehingga laptop ukuran besar tidak bisa dimasukkan ke dalam. Sementara di depan panel terdapat tempat makan yang bisa dilipat. Tersedia juga stop kontak di bawah bok yang multi colokan alias bisa menggunakan colokan dari berbagai negara.
Televisi yang Terpasang di Depan Kursi (Dokpri)
Konten dalam televisinya sendiri masih sangat minim. Hanya ada satu film saja dan beberapa film pendek yang mempromosikan negara tertentu.Â
Ada juga kontek musik dalam berbagai genre, tapi koleksi lagunya terbatas dan kebanyakan lagu jadul. Ada juga permainan sederhana dan menu untuk anak-anak, tapi ya itu tadi, masih sangat sederhana. Akhirnya saya matikan saja televisinya karena tidak ada yang menarik utnuk ditonton.
Toilet yang Sempit (Dokpri)
Begitu terasa ingin buang air kecil, saya langsung menuju ke toilet yang hanya tersedia satu buah di belakang. Sayangnya, ukuran toiletnya kecil seperti di pesawat terbang kelas ekonomi dan penuh sesak dengan panel dan wastafel. Hal ini sangat berbeda dengan kereta
priority yang cukup luas, bahkan bisa buat mandi ayam. Banyaknya jumlah kursi menyebabkan ruang untuk toilet jadi semakin sempit. Total terdapat 18 kursi dengan posisi terbalik antara baris di kiri dengan di kanan.
Welcome Drink dan Snack (Dokpri)
Satu lagi kekurangan kereta ini adalah tidak tersedianya bantal khusus untuk tidur, hanya mengandalkan bantal kecil di kursi yang tidak mampu mengangkat kepala saat tidur.Â
Lampu sendiri baru dimatikan jam 11 malam, jadi kita baru bisa benar-benar tidur nyenyak setelah waktu tersebut. Enaknya, di kereta ini kita disuguhi welcome drink berupa air teh panas dan snack. Lalu sekitar jam setengah 11, makan malam dihidangkan berupa nasi goreng khas Parahyangan dan sari kelapa. Lauknya sendiri ada telor mata sapi, ayam goreng, kerupuk, dan acar serta sambal.
Nasi Goreng dan Lauk Pauknya (Dokpri)
Mungkin karena ngantuk, akhirnya saya bisa juga tertidur pulas walau bunyi mesin loko masih terasa keras. Bangun-bangun sudah pukul 5 pagi, saatnya sholat subuh di kereta api. Berhubung perut mules, saya terpaksa BAB di toilet kereta daripada ditahan sampai stasiun. Tepat pukul 6.27 WIB kereta api berhenti di stasiun Pasar Turi Surabaya, lebih cepat tiga menit dari jadwal.Â
Sari Kelapa dan Tisu Basah (Dokpri)
Secara umum, kereta wisata
 priority justru tampak lebih mewah dan anggun daripada kereta
sleeper train ini seperti telah saya bahas di
sini.Â
Lihat Otomotif Selengkapnya