Sepakbola memang benar-benar olahraga strategi, tidak bisa hanya mengandalkan kekuatan fisik dan kemampuan pemain saja. Itulah yang dibuktikan Madrid saat menghadapi Liverpool malam ini. Dengan strategi menghajar bintang lawan, secara psikologis Liverpool yang bermain terlalu lugu sudah jatuh mental duluan ketimbang Madrid yang semakin matang tampil di tiga final terakhir berturut-turut.
Awal permainan, tampak Liverpool lebih banyak berinisiatif membombardir gawang Madrid.Terbukti hingga menit ke-30, mereka sudah melakukan 9 kali percobaan tembak bola ke gawang, berbanding hanya 3 kali saja. Beberapa kali Salah, Mane, bahkan bek kanan Trent-Alexander Arnold sempat membahayakan gawang yang dijaga oleh Navas. Sementara Madrid hanya sekali membahayakan gawang Liverpool lewat tendangan Marcello.
Petaka dimulai ketika tendangan Isco membentur tiang gawang, disusul oleh blunder Karius yang salah melempar bola dan tertahan kaki Benzema yang menyebabkan gol pertama bagi Madrid di menit ke-51. Liverpool tampak semakin gamang walau sempat menyamakan kedudukan melalui Sadio Mane menit ke-55. Setelah itu nyaris tidak ada serangan berbahaya dari Liverpool. Justru Madrid tampil makin menggila setelah Bale masuk menggantikan Isco menit ke-62. Tak sampai satu menit tendangan salto Bale kembali membobol gawang Liverpool.
Ada pelajaran penting di balik kemenangan Madrid kali ini. Pertama, strategi mengawal ketat Salah membuat yang bersangkutan serba salah mengambil posisi dan akhirnya tak sanggup lagi melawan Ramos sehingga cedera bahu membuatnya harus keluar lapangan. Kedua, peluru Madrid bernama Bale disimpan untuk menjadi penentu kemenangan. Hal itu terbukti ketika skor imbang 1-1, Zidane dengan berani mengeluarkan Isco yang sudah dua kali nyaris membobol gawang Karius, satu diantaranya menerpa mistar gawang. Bale yang masih segar membalas kepercayaan Zidane dengan dua gol pamungkas yang membawa Madrid merebur trofi ke-13 nya.
