Bagi para travellers seperti saya ini, berburu buka puasa mungkin sudah menjadi hal biasa dan tidak sulit untuk mencari warung makan di sore hari. Lain halnya bila berburu sahur di luar kota, apalagi di daerah yang jarang penduduk muslim. Berburu makan sahur bukanlah hal yang mudah apalagi di daerah yang baru pertama kali didatangi karena harus memetakan dulu resto mana saja yang buka di pagi hari.
Ketika berdinas di luar kota, saya selalu menginap di hotel yang sesuai kantong alias budget yang disediakan kantor, kalau lebih terpaksa harus nombok. Masalahnya, tidak semua hotel menyediakan makanan sahur sehingga saya terpaksa harus keluar mencari makan sendiri. Biasanya saya tanya dulu ke petugas hotel di daerah mana terdapat warung makan yang buka di pagi hari.
Pertama kali saya berburu sahur di luar hotel ketika ditugaskan ke kota Palu. Kebetulan hotel saya terletak di tepi Teluk Palu, agak jauh dari pusat kota sehingga terpaksa harus cari kendaraan saat dini hari. Untungnya saya sudah pesan rental kendaraan yang saya pakai untuk stand by jam tiga pagi. Begitu datang, kami langsung berburu warung makan yang buka di pagi hari.
Ketika saya tanya supir dimana warung yang buka dini hari, supirnya hanya geleng kepala. Dia sendiri belum pernah pagi-pagi cari makan, baru kali ini diminta saya untuk mengantar cari restoran. Akhirnya kami coba ke arah pusat kota sambil melalui warung-warung makan atau restoran besar yang biasa dikunjungi supir saat mengantar tamunya makan siang atau malam. Sayangnya tak satupun warung atau resto yang kami lalui buka pagi hari.
Setengah jam sudah kami keliling kota dan nyaris frustasi karena tidak menemukan resto yang buka, sementara waktu subuh semakin mendekat. Tiba-tiba saya jadi teringat sebuah Resto Padang dekat kantor Pemda yang biasa kami kunjungi saat hari biasa. "Coba ke sana Bang, siapa tahu buka," pinta saya pada pak supir. Benar saja, tak sampai lima menit kami tiba di depan restoran dan ternyata masih buka!
Ketika kami datang, ternyata sebagian besar lauknya sudah habis, tinggal tersisa ayam goreng dan telur dadar serta daun pepaya. Maklum sudah hampir jam empat pagi dan banyak pengunjung yang sudah meninggalkan restoran. Akhirnya saya makan telur dadar dan daun pepaya saja ditemani teh manis panas untuk menghangatkan perut. Tak sampai setengah jam adzan berkumandang tanda waktu Subuh tiba, alhamdulillah perut sudah kenyang dan kami kembali ke hotel.
Sejak saat itu, saat berdinas ke luar kota pada bulan puasa saya selalu mencari restoran Padang. Mengapa? Karena Padang identik dengan muslim, dan biasanya selalu menyediakan makan saat sahur tiba. Selain itu, hampir di seluruh Indonesia selalu tersedia restoran Padang, bahkan di kota kecil sekalipun. Saya pernah berdinas ke kota Kefamenanu yang terletak di pedalaman NTT dan menemukan resto Padang satu-satunya di kota tersebut. Saingannya hanya warung Soto Lamongan atau Pecel Lele Surabaya yang juga sampai ke daerah terpencil.
Kalau di kota tersebut tidak ada restoran Padang, saya biasanya membeli makanan di malam hari untuk dimakan keesokan harinya. Memang sudah tidak segar lagi dan dingin makanannya, tapi tetap lebih baik daripada tidak sahur sama sekali. Sewaktu tugas di Kupang saya biasanya membeli makan di malam hari dan dimasak di mess untuk sahur, karena biasanya cepat habis kalau beli waktu pagi dan lokasinya juga jauh dari mess di daerah Kelapa Lima.
So, buat traveller yang sedang berada di luar kota dan bingung menemukan makanan sahur, carilah restoran Padang, dijamin buka hingga menjelang subuh. Usahakan tiba satu setengah jam sebelum azan Subuh agar tidak cepat kehabisan lauk, apalagi di daerah yang jarang ada restorannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H