Suhu politik di Indonesia menjelang pilpres terasa semakin meningkat. Saling serang antar dua kubu mulai bersahut-sahutan satu dengan lainnya. Sayangnya sahut-menyahut yang terjadi semakin tidak dewasa, malah cenderung hanya saling berbalas pantun saja tanpa memandang esensi apa yang dimaksud dalam masing-masing cuitan.
Semua berawal dari ciutan Fadli Zon di twitter yang membanggakan presiden Putin dari Rusia yang tegas, tidak plonga-plongo. Ciutan tersebut lalu ramai-ramai di-bully netizen, bahkan sampai dibuatkan infografis oleh salah satu media online mengenai Putin beserta kondisi di Rusia.
Sayangnya, lagi-lagi ada salah satu politisi muda yang sedang naik daun, Tsamara Amany terpancing untuk membuat video balasan atas ciutan FZ di twiter.
Darah mudanya seperti menggelegak dan tanpa kontrol lagi bercuap-cuap babibu tentang Putin dan Rusia untuk meng-counter ciutan FZ. Alih-alih memperoleh simpati, Tsamara justru menjadi bulan-bulanan netizen, hingga mendapat respon dari salah satu media Rusia Beyond yang mengklarifikasi ucapan Tsamara.
Bahkan kedubes Rusiapun turun tangan mengundang Ketua DPP PSI tersebut untuk klarifikasi pernyataannya, namun Tsamara tidak bisa hadir dengan alasan sudah ada agenda lain.
Sayangnya dia tidak menyebut dengan jelas media apa yang menjadi sumber ucapannya, hingga dipertanyakan oleh narasumber lain apakah media tersebut lebih condong pro-barat yang selama ini memang selalu kontra dengan Rusia.
Lepas dari itu semua, saya melihat semakin hari politisi kita semakin tidak dewasa. Pernyataan buruk dibalas dengan pernyataan buruk pula, bahkan sampai membawa-bawa presiden negara lain, bukan hanya Putin saja.
Memang seperti yang pernah saya tulis sebelumya, bangsa kita ini hobi ngobrol, berbalas pantun, yang berujung pada gosip dan menjelek-jelekkan pihak lain. Wajarlah kalau rakyat semakin skeptis dengan politisi, karena mereka yang baru saja hendak terjunpun sudah berlaku demikian, apalagi yang sudah karatan duduk di bangku wakil rakyat.
Terlihat sekali bahwa politisi tua hanya bisa saling mengejek, sementara politisi muda malah cenderung kekanak-kanakan, seperti anak kecil yang diledek lalu balas melempar batu.
Saya belum melihat politisi muda sekarang ini intelek, tutur katanya cenderung mengedepankan emosi dan ego anak muda, bukan wawasan internasionalnya. Mungkin kurang jalan-jalan walaupun sering ke Paris atau London, cuma nangkring di Eiffel atau matengin Jam Big Ben lalu pulang ke hotel.