Kompasiana semakin hari sepertinya semakin kinclong, dan mulai menarik perhatian para politisi dan pejabat publik untuk menulis di sini. Dulu pak (mantan) Wapres Jusuf Kalla sering menulis di K ketika belum menjadi Wapres (lagi). Lalu ada mantan KSAU Cheppy Hakim dan salah satu Deputi di Kemhan Prayitno Ramelan yang juga purnawirawan TNI AU. Seiring kesibukan para beliau, perlahan K mulai sepi dari pantauan politisi. Namun menjelang Pilpres 2019 ini, K mulai dilirik menjadi media alternatif untuk unjuk diri.
Sepanjang perhatian saya di bulan Maret kemarin, tampak sosok Anis Matta mulai rajin menulis di K. Beliau termasuk newbie di sini, dilihat dari waktu bergabung tanggal 23 Desember 2017. Namun walaupun newbie, reaksi pembaca cukup bagus, terbukti sudah menggaet lebih dari 5000 pembaca dalam 4 artikel dan memperoleh nilai total 24. Bahkan dua di antara empat artikel dihadiahi artikel utama oleh admin K, bukti bahwa tulisan beliau memang benar-benar berbobot.
Di Kompasiana Anies Matta memperkenalkan diri sebagai pengamat politik internasional, dan sejauh ini (hingga 31 Maret 2018) sudah membahas 4 topik internasional dengan fokus Asia dan 3 topik terakhir semakin fokus membahas betapa bergairahnya Tiongkok untuk melakukan ekspansi. Salah satu topiknya juga membahas nasib Indonesia di 2030 untuk menanggapi pidato salah satu capres yang sempat viral beberapa waktu lalu, walaupun ternyata lebih banyak membahas konstelasi Tiongkok di Laut Cina Selatan, dan nasib Indonesia tetaplah sebuah misteri.
Lalu mengapa saya tertarik untuk membahas Anis Matta? Jawabannya jelas, beliau sudah mulai berani mengkampanyekan diri untuk menjadi capres pada pilpres 2019. Dan saya perhatikan beliau cukup cerdas untuk mulai berkampanye dengan tulisan-tulisan positif, minimal di Kompasiana. Beliau tidak seperti capres lain yang cenderung 'hanya' mengungkit kekurangan petahana saja, tanpa menjual pemikiran sendiri bagi masa depan bangsa. Mudah-mudahan tidak hanya di media ini saja, tapi juga di media lain berbicara hal yang positif.
Kita memang perlu capres alternatif yang dapat bertanding secara elegan dengan petahana, bukan capres yang hanya jual 'masalah' dan 'provokasi' hanya untuk kepentingan pribadi dan golongannya. Kita perlu capres yang punya pemikiran dan pandangan jauh ke depan, mampu membaca konstelasi internasional khususnya Asia Tenggara dan Asia, agar negara Indonesia makin kokoh di tahun 2030, bukan sebaliknya. Melihat isi tulisannya, beliau sepertinya sudah mulai memahami tingkat ketegangan politik di kawasan Asia Tenggara dan Timur maupun global, tinggal mendudukkan Indonesia untuk berperan penting di kawasan tersebut nantinya.
Anis Matta sudah memulainya di Kompasiana, dan saya berharap ada capres lain yang juga ikut sumbang pikiran di sini, agar kita bisa memilih dan memilah mana capres yang cocok untuk dipilih di masa datang. Mungkin bukan untuk tahun 2019, tapi setelah tahun 2024 agar Indonesia tidak keburu bubar sebelum tahun 2030. Lepas dari apapun partainya, keberanian beliau menulis di sini pantas mendapat apresiasi, walaupun mungkin belum tentu terpilih tahun depan. Minimal kita punya stok nama untuk enam tahun mendatang mengingat usia beliau masih 56 tahun pada tahun 2024 nanti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H