Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Nasib PNS Zaman Sekarang

22 Februari 2018   22:42 Diperbarui: 24 Februari 2018   04:25 6307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Kompas.com/Kurnia Sari Aziza

Dulu menjadi PNS merupakan sebuah kebanggaan tersendiri karena walau gaji kecil tapi penghormatan besar sekaligus ditakuti. Menjadi PNS berarti memiliki privilege tersendiri dan dapat menikmati fasilitas negara yang tidak dipunyai pekerja lain di sektor swasta. Jadi PNS juga merupakan jaminan masa depan cerah, sekaligus kenyamanan hidup karena susah dipecat dan dapat pensiun hingga setelah meninggal dunia.

Namun sekarang zaman sudah berubah. Walaupun animo masyarakat ingin jadi PNS semakin tinggi, namun bukan berarti suasananya masih seenak zaman dulu. Sekarang apa-apa yang dilakukan PNS selalu menjadi sorotan masyarakat. Telat masuk kerja sedikit langsung kena sidak dan diberitakan pula di koran. Ibu-ibu PNS yang kebetulan mampir ke pasar tiba-tiba disorot karena dianggap bolos kerja. Padahal para pekerja swasta juga ada yang berlaku sama, tapi tidak ada media yang menyorotnya. PNS sekarang juga tidak bisa lagi seenaknya bolos seperti dulu, karena absensi semakin ketat dan terpantau secara online.

Zaman dulu orang berebut jadi pimpro karena menjadi lahan basah, sekarang orang berebut menghindar karena takut digelandang ke meja hijau. Dulu PNS harus kelihatan kaya dan terpandang di lingkungannya, sekarang lebih baik tampil sesederhana mungkin daripada jadi gosip di lingkungan rumah. Padahal penghasilan PNS sekarang jauh lebih besar dan resmi daripada zaman dulu. 

Di masa pilkada seperti ini, PNS dilarang berfoto dengan calon pemimpin daerah (Gub/Wagub, Bup/Wabup, Walikota/Wawali), padahal bagaimana kalau sang calon adalah petahana dan sempat berfoto bersama sehari sebelum cuti. PNS harus netral, tapi tetap boleh memilih asal ga ketahuan. Padahal perbedaan afiliasi politik di dalam suatu kantor pemerintah mengandung resiko tinggi karena bisa saling menghancurkan satu sama lain. Contohnya kecerobohan admin suatu kementerian yang meng-upload status hoax yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Di zaman reformasi yang menghalalkan segala cara ini, para PNS mulai pusing menghadapi masyarakat yang hampir setiap hari komplain. Jalan rusak sedikit ngadu, KTP telah sehari aja rewel, belum LSM yang hampir tiap hari wira wiri ke kantor. Padahal urusan banyak dan jumlah tenaga dan anggaran terbatas, jadi tidak semua bisa dilayani dalam waktu bersamaan. Kadang-kadang masyarakat juga asal komplain padahal tidak tahu siapa yang berwenang menangani itu. Misal masalah jalan saja tidak bisa membedakan mana yang dikelola kabupaten/kota, mana provinsi, dan mana jalan negara. Semua dianggap sama padahal anggarannya sudah dipisahkan sesuai dengan kewenangannya.

So, PNS jaman sekarang tidak bisa lagi berleha-leha seperti seniornya dulu. Semboyan kerja, kerja, kerja membuat PNS harus siap bekerja tanpa jam kerja, 24 jam sehari, 7 hari dalam seminggu, bahkan saat liburanpun tidak boleh mengambil cuti. Setiap mata akan memandang perilaku PNS, dan bila ketahuan menyimpang, misal menjadi pelakor atau menggunakan narkoba pasti akan menjadi sorotan media. Tak ada lagi ruang untuk sembunyi, semua sudah terang benderang dan mudah untuk dilacak di era digital ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun