Kawasan kota tua Banten Lama terletak sekitar 8 Km dari Kota Serang ke arah utara. Di dalam kawasan terdapat Masjid Agung Banten, Benteng Surosowan, dan Musium Kepurbakalaan.
Dulunya kawasan ini merupakan ibukota Kesultanan Banten sebelum takluk oleh Belanda dan kedudukan pemerintahan dipindahkan ke Serang. Sekarang Kota Serang menjadi ibukota Provinsi Banten yang merupakan pemekaran dari Provinsi Jawa Barat.
Begitu memasuki gerbang benteng Surosowan, scam pertama dimulai, sekelompok pemuda meminta sekedar uang kopi katanya, lalu saya berikan saya empat ribu Rupiah. Tak jauh dari sekelompok pemuda tersebut ada pos jaga resmi yang memungut parkir lima ribu Rupiah saja.
Tempat parkirnya penuh dengan kios pedagang dan tampak becek serta sampah dimana-mana. Padahal tempat ini merupakan tempat ziarah ke makam Sultan Maulana Yusuf yang merupakan pendiri Kesultanan Banten.
Kemudian jalan kaki dilanjutkan memasuki kawasan Masjid Agung Banten. Kondisinya setali tiga uang, para pedagang mengokupasi lahan di dalam kompleks masjid, padahal sudah jelas larangan berjualan terpampang di belakang lapaknya. Menara Masjid yang seharusnya menjadi ikon tampak kumuh karena dikelilingi pedagang kaki lima dan sampah.
Antara pria dan wanita dipisahkan oleh dua pintu yang bersebelahan sehingga tidak bercampur satu dengan lainnya, walaupun pada akhirnya hanya satu pintu saja yang terbuka dan semua orang berebutan masuk ke dalamnya. Walaupun sandal harus dicopot namun tetap saja lantainya kotor karena becek dan sampah.
Musiumnya sendiri walau terlihat bersih namun tetap saja tampak tak terawat. Tulisan di prasasti musium mulai hilang beberapa hurufnya.
Pagar musium pun tertutup rapat, mungkin pengelola sudah paham bahwa pengunjung kawasan wisata ini lebih banyak peziarah daripada yang benar-benar wisatawan atau arkeolog yang hendak mencari tahu sesuatu di musium.
Padahal Taj Mahal yang berada di negara terkumuh di dunia saja masih tetap terpelihara kebersihannya dan bebas dari para pedagang kaki lima di dalam kompleksnya. Oleh karena itu wajarlah tak tampak wisatawan asing berkunjung ke sana, orang kitapun lebih banyak yang berkunjung karena ziarah daripada benar-benar ingin menikmati pemadangan indah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H