Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Menabung di Bank (Tak) Lagi Menguntungkan

13 Februari 2018   22:04 Diperbarui: 14 Februari 2018   10:37 2759
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penjelasan di Bawah Patung (Dokpri)

Pada waktu SD dulu, kita para siswa diwajibkan untuk menabung di Tabanas alias Tabungan Pembangunan Nasional. Saat itu pencatatan masih manual, dan menyetorkan tabungan cukup di kantor pos. Hampir tiap minggu saya menabung sekitar Rp. 100 hingga Rp. 500 saat itu, mungkin sekarang nilainya setara Rp. 10.000 - Rp. 50.000. 

Menabung selalu dianjurkan oleh para guru maupun orang tua karena pepatah 'hemat pangkal kaya'. Saya tidak pernah mencatat bunganya, tapi hasilnya lumayan besar saat mengambil tabungan di akhir tahun ajaran. Terakhir menabung hingga SMP, setelah itu buku tabungannya raib entah kemana bersama dana yang tersisa.

Zaman berubah cepat, tak sampai 20 tahun teknologi berkembang pesat, inflasi juga berlangung begitu cepat. Menabung konvensional dengan sekedar menaruh uang di bank tak lagi mendatangkan untung. Sebagai ilustrasi saja, menabung sekitar 60 Juta Rupiah saja bunganya cuma 50 Ribuan per bulan, alias cuma 0,08% x 12 bulan jadi sekitar 1% per tahun! Itu belum dipotong pajak atas bunga 10% dan biaya administrasi 12.500 Rupiah, jadi tersisa sekitar 32.500 Rupiah saja per bulan. Apalagi kalau menabung di bawah Rp. 10 Juta, lama kelamaan bisa habis karena dipotong pajak dan biaya administrasi.

Pernah salah satu tabungan saya biarkan sampai benar-benar nol Rupiah, bahkan ketika hendak menghidupkan kembali malah diminta untuk melunasi utang karena saldonya berkurang terus akibat terkena pemotongan biaya administrasi. Akhirnya saya urungkan niat untuk membuka kembali tabungan tersebut karena utangnya lebih besar daripada rencana memasukkan tabungan kembali. Menabung bukannya untung malah jadi buntung karena biaya ini itu yang kena debit langsung akibat sistem yang diciptakan secara elektronik membuat segala sesuatu perhitungan ditetapkan secara otomatis.

Patung Bagi Kabupaten yang Berprestasi Menabung di Merauke (Dokpri)
Patung Bagi Kabupaten yang Berprestasi Menabung di Merauke (Dokpri)
Kini slogan menabung pasti untung mulai lenyap dengan sendirinya, berganti menjadi investasi yang terkadang malah lebih tinggi resikonya. Bank memang menawarkan alternatif lain seperti deposito, tapi bunganya juga tidak terlalu besar, dan tidak fleksibel. Uang yang didepositokan pasti kena potongan bila diambil sebelum jatuh tempo, padahal bisa saja kita butuh uang mendadak dan harus digunakan saat itu juga. Akhirnya orang lebih suka menabung di kolong kasur atau diinvestasikan dalam bentuk lain seperti tanah, aset, properti, dan sebagainya.

Tabungan di bank saat ini lebih banyak dipakai sebagai lalu lintas uang saja, mulai dari pembayaran gaji, pemotongan pajak, pembayaran tagihan, cicilan, transfer uang, uang elektronik dan sebagainya. Jadi bank hanya mengubah bentuk uang dari tunai menjadi non tunai yang dapat digunakan untuk berbagai macam transaksi yang dilakukan secara elektronik. Sekarang ini fasilitas bank juga mulai ditingkatkan seiring dengan peningkatan lalu lintas uang non tunai, seperti e-money, sms banking, internet banking, phone banking, atm non kartu, dan sebagainya.

Saat ini justru kredit yang menjadi andalan bank untuk meningkatkan pendapatan. Bunga kredit kisaran rata-rata 10-15 persen tentu sangat menggiurkan bila dibandingkan uang para penabung yang hanya diberi keuntungan maksimal 1% saja per tahun, paling banter untuk deposito hanya 5% per tahun. Alasan klasik yang dikemukan oleh bank biasanya karena peningkatan fasilitas bank, penambahan cabang dan pegawai serta counter ATM, biaya operasional jaringan dan sebagainya. Padahal setiap penabung sudah kena biaya administrasi yang seharusnya mampu mendukung pendanaan berbagai fasilitas tersebut.

Bank tidak lagi ramah pada kreditur, tapi lebih kencang menjaring debitur. Untuk menjadi penabung sekarang lebih banyak persyaratannya, termasuk harus punya NPWP, nomor telepon rumah, dan berbagai surat pernyataan seperti asal muasal uang, takut dikira pencucian uang, serta kena biaya adminstrasi, padahal kita mau menaruh uang lho. Sementara untuk berhutang justru relatif lebih mudah dan cepat, kalaupun syaratnya kurang bisa dipermak asal bisa dipertanggung jawabkan. Sungguh aneh tapi nyata!

Penjelasan di Bawah Patung (Dokpri)
Penjelasan di Bawah Patung (Dokpri)
Catatan: Gambar di atas saya temukan di Kabupaten Merauke sebagai daerah yang berprestasi dalam hal menabung di zaman Orde Baru

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun