Sebagaimana halnya kota-kota lain di Sumatera maupun Kalimantan, kota Jambi tumbuh di tepian Sungai Batanghari. Lebarnya sungai menjadi pemisah antara bagian kota lama dengan perkampungan penduduk di seberangnya.
Sebelum adanya jembatan Gentala Arasy, penduduk menggunakan ketinting untuk menyeberangi sungai Batanghari. Dengan adanya jembatan ini sekarang masyarakat bisa menyeberangi sungai dengan berjalan kaki tanpa harus menggunakan ketinting lagi.
Kedua, jembatan ini menghubungkan pasar lama Jambi yang ramai dengan aktivitas masyarakat dengan Musium Gentala Arasy serta permukiman penduduk di seberang sungai Batanghari.
Dengan adanya jembatan ini interaksi masyarakat antar dua wilayah yang dipisahkan oleh sungai menjadi saling terhubung dan meningkat aktivitasnya. Ketiga, jembatan ini menjadi ikon kota Jambi karena selama ini nyaris tidak ada obyek wisata yang layak dikunjungi di Kota Jambi.
Cuaca panas turut menjadi penyebab sepinya jembatan karena tidak bisa dilalui kendaraan bermotor, hanya khusus untuk pejalan kaki saja.
Kendaraan bermotor sendiri harus berputar sekitar lima kilometer melalui Jembatan Batanghari ke arah Tanjung Jabung untuk mencapai perkampungan di sebelah utara sungai.
Di sisi selatan sungai berjajar pedagang kaki lima menjajakan aneka makanan sekaligus sebagai tempat nangkring sambil ngopi dan menikmati cahaya lampu warna warni yang menghiasi jembatan di malam hari. Sayangnya, lampu warna-warni yang bersahut sahutan tidak diimbangi dengan lampu putih bercahaya terang di sisi sungai sehingga masih tampak gelap.
Sementara di sisi selatan juga jarak sempadan sungai terlalu sempit dengan sisi jalan yang sejajar dengan sungai sehingga sulit juga untuk membuat pertigaan bagi kendaraan bermotor yang membutuhkan ruang yang luas untuk berbelok.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H