Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Menjajal Jalur Alternatif Cianjur - Ciwidey via Rancabali

15 Januari 2018   23:12 Diperbarui: 27 Januari 2018   17:22 6418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gerbang Masuk Curug Tilu Cipelah (Dokpri)

Jalur Cianjur - Bandung saat ini boleh dikatakan sebagai 'jalur neraka' apalagi saat libur panjang. Kemacetan sudah dimulai dari Ciranjang, lalu ramai lancar menjelang Rajamandala dan kembali macet saat memasuki Cipatat hingga pintu tol Padalarang. Dengan bantuan google maps saya mencoba mencari alternatif lain untuk menuju Ciwidey dari arah Sukabumi - Cianjur tanpa melalui Bandung.

Rest Area di Kebun Teh Sukanagara (Dokpri)
Rest Area di Kebun Teh Sukanagara (Dokpri)
Setelah melalui jalan negara Sukabumi - Cianjur, dari arah Warungkondang saya belok kanan menuju jalan utama Cianjur - Sindangbarang. Disini kondisi jalan relatif mulus dan cukup lebar alias bisa dilalui dua kendaraan yang berpapasan. Setelah melewati Campaka jalan mulai berliku memasuki hutan dan perkebunan teh hingga Sukanagara. Disini rupanya ada dua pilihan, dari arah Citiis ke Ciwidey melalui Cililin, atau lanjut terus hingga Pagelaran. Saya pilih yang kedua karena direkomendasikan oleh google maps.

Tugu Batas Kecamatan Tanggeung (Dokpri)
Tugu Batas Kecamatan Tanggeung (Dokpri)
Memasuki kecamatan Tanggeung setelah kecamatan Pagelaran, tak jauh dari tugu batas ada pertigaan namun tak ada plang petunjuk sama sekali kalau jalan itu menuju Rancabali. Setelah bertanya pada ojek setempat barulah saya yakin bahwa jalan itu merupakan jalan tembus dan menurut mereka kondisinya lumayan, bahkan ada yang sudah dibeton. Berbekal info tersebut saya nekat melanjutkan perjalanan, walaupun sekitar 10 kilometer pertama kondisi jalannya rusak sedang. Pemandangan indah di sisi jalan cukup menghibur di tengah goyangan mobil yang melintasi jalan berlubang.

Jalan Beton di Perdesaan (Dokpri)
Jalan Beton di Perdesaan (Dokpri)
Setelah itu mulai terlihat jalan beton mulus, kondisinya tampak baru dibangun dan masih terlihat sisa bekas pengecoran. Namun ternyata tak sampai lima kilometer, jalan kembali rusak seperti sediakala. Namun saya menemukan dua air terjun di tengah perjalanan, yaitu Curug Citambur dan Curug Tilu Cipelah. Ada keunikan tersendiri karena ada tiga air terjun sekaligus dalam satu tempat sehingga dinamakan Curug Tilu alias tiga air terjun. Sayangnya, seperti biasa, belum dikelola dengan baik. Kondisinya masih benar-benar alami, belum diolah menjadi sebuah obyek wisata yang profesional.

Curug Citambur (Dokpri)
Curug Citambur (Dokpri)
Karena mengejar waktu dan cuaca, saya hanya mengambil gambar dari kejauhan, tidak sempat mampir ke dalam karena cukup jauh jalan masuknya dan harus ditempuh dengan berjalan kaki. Sementara di halaman depan tidak ada tempat parkir mobil yang memadai, bahkan ada beberapa mobil pengunjung parkir begitu saja di tepi jalan. Itulah karena belum dikelola secara profesional, jadi tempat parkirpun masih seadanya.

Gerbang Masuk Curug Tilu Cipelah (Dokpri)
Gerbang Masuk Curug Tilu Cipelah (Dokpri)
Tak jauh dari Curug Citambur, saya terjebak di jalan dengan tanjakan lebih dari 45 derajat dengan kondisi masih jalan tanah bebatuan. Maju kena, mundur berarti membuang waktu. Akhirnya saya tetap nekat menanjak walau akhirnya nyangkut nyaris di ujung tanjakan. Rupanya disitu sudah siaga dua orang yang  siap membantu mendorong mobil yang terjebak. Namun dua orang tidak cukup, sehingga harus ditarik dengan tali. Untungnya saat itu sedang ramai pengendara motor, dan mereka dengan sukarela ikut menarik mobil kami dengan tali sehingga dengan beberapa kali percobaan, akhirnya mobil berhasil sampai ke puncak.

Tanjakan Maut CIpelah (Dokpri)
Tanjakan Maut CIpelah (Dokpri)
Ketegangan berakhir dan kami bersyukur lolos dari lubang jarum sehingga tak perlu berbalik arah kembali, yang tentunya bakal memakan waktu 6 jam lagi tiba di Ciwidey. Setelah berkendara sekitar dua kilometer, jalan kembali mulus dan tampak baru dibeton juga. Rupanya pekerjaan pembangunan jalan dilakukan sepotong-sepotong, maklum berbeda Pemkab dan kebetulan tanjakan tersebut menjadi perbatasan dua kabupaten yaitu Cianjur dan Bandung.

Perkampungan Rancabali dengan Jalan Beton (Dokpri)
Perkampungan Rancabali dengan Jalan Beton (Dokpri)
Setelah melewati perkampungan Rancabali, kembali pemandangan indah perkebunan teh terhampar di depan mata. Tampak bangunan afdeling jaman dulu dan rumah pemetik teh di antara kebun teh yang sangat luas milik PTPN VIII. Jalanan benar-benar mulus sekitar tiga kilometer dibeton, baru kemudian menemui jalan aspal kembali yang masih tampak mulus juga walau ada sedikit lubang di tepi jalan karena tidak ada drainase. Tak sampai lima kilometer akhirnya saya menemukan jalan utama Soreang - Ciwidey - Rancabali, dan berakhir sudah petualangan mencari jalan alternatif.

Pemandangan Indah Kebun Teh Rancabali (Dokpri)
Pemandangan Indah Kebun Teh Rancabali (Dokpri)
Perjalanan melalui jalur tersebut ditempuh sekitar empat jam dengan jarak sekitar 86 Kilometer hingga ke Ciwidey dari Cianjur. Mungkin dari segi waktu tak jauh beda, namun kaki tidak terlalu pegal karena tidak terkena macet dibanding melalui jalan biasa. Lagipula perjalanan tidak membosankan karena melalui perbukitan dan kebun teh yang menawarkan pemandangan indah sepanjang perjalanan. Semoga pekerjaan pembetonan jalan dilanjutkan ke seluruh ruas jalan tersebut sehingga dapat menjadi jalan alternatif dari Cianjur menuju Ciwidey tanpa harus melalui Bandung.

Mobil Lolos dari Tanjakan Maut (Dokpri)
Mobil Lolos dari Tanjakan Maut (Dokpri)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun