Mungkin banyak orang tidak tahu, minimal tidak peduli dengan apa yang dinamakan arsip. Jika ditanya mengenai Arsip Nasional atau Arsipnas, mungkin banyak orang pula akan geleng-geleng kepala. Bahkan ada anekdot di pemerintahan kalau seseorang ditempatkan di Kantor Arsip itu sama saja 'diarsipkan' alias diasingkan.
Gedung Arsip Nasional di Kemang (Dokpri)
Posisi kantor Arsip Nasional sendiri turut menunjang anekdot tersebut karena berada jauh dari jantung ibu kota, tepatnya di daerah Kemang di Jalan Ampera Nomor 7 Cilandak. Lokasinya berada di daerah yang masih didominasi dengan perumahan, dekat dengan IPDN dan beberapa perkantoran kecil lainnya. Padahal kantor pemerintah pusat lainnya berada di lokasi strategis seperti Monas, Kuningan, atau Blok M yang mudah dijangkau transportasi umum.
Arsip Digital Pahlawan Nasional (Dokpri)
Mungkin banyak orang tidak tahu juga bahwa di dalam kantor Arsip Nasional tersebut terdapat
musium Diorama Perjalanan
Sejarah Bangsa yang dibuka untuk umum setiap hari pada jam kerja, kecuali hari Sabtu-Minggu buka jam 9-13 WIB. Padahal informasi yang berada di dalamnya cukup menggambarkan perjalanan
sejarah bangsa ditinjau dari arsip yang dimiliki. Paling tidak sejarah kejayaan bangsa yang dimulai dari zaman Sriwijaya dan Majapahit, kemudian masa penjajahan Belanda, masa kemerdekaan dan masa modern ini tergambarkan dalam 8 Hall yang ada pada musium tersebut.
Papan Peraga pada Musium Diorama (Dokpri)
Saya sendiri baru tahu ada museum tatkala ada kunjungan lapangan saat mengikuti diklat kantor. Di sini kita dijelaskan bahwa fungsi arsip tidak sekedar menyimpan dokumen yang bernilai sejarah saja, tapi juga dapat menjadi saksi hidup sebuah peristiwa atau hal ihwal menyangkut keabsahan hukum. Misalnya dokumen arsip dapat membantu memberikan kesaksian dalam sidang pengadilan, atau membuktikan riwayat kepemilikan tanah serta asal usulnya. Jadi keberadaan arsip sebenarnya sangat penting untuk memberikan kesaksian yang tak mungkin lagi diceritakan oleh para pelaku yang telah berpulang.
Dokumen Pamflet pada Masa Perjuangan Kemerdekaan (Dokpri)
Sayangnya kita sering mengabaikan pentingnya arsip tersebut. Akibatnya sering timbul sengketa karena tidak adanya dokumen pendukung yang bisa membuktikan suatu kejadian tertentu. Misalnya masalah batas wilayah antar desa atau kabupaten, karena tidak ada dokumen arsip dari zaman mulai terbentuknya desa atau kabupaten tersebut akhirnya timbul pertikaian memperebutkan wilayah yang biasanya mengandung nilai ekonomi tinggi. Padahal bila ada dokumen tentang batas wilayah yang diarsipkan, paling tidak bisa membantu menyelesaikan masalah sengketa tersebut.
Diorama Peristiwa 10 November 1945 (Dokpri)
Setelah mengikuti penjelasan dari narasumber tentang pentingnya arsip, kami berkesempatan untuk mengunjungi museum. Di dalam museum kita serasa kembali ke masa lalu saat menikmati diorama yang terhidang di depan mata. Berbagai diorama dan papan informasi silih berganti menggambarkan sejarah bangsa kita, namun sayangnya lebih banyak ditampilkan dari masa penjajahan Belanda hingga zaman modern. Hal ini dapat dimaklumi karena arsip yang paling lengkap berada pada periode tersebut. Informasi mulai dari pahlawan nasional, peristiwa sejarah seperti Sumpah Pemuda, Proklamasi Kemerdekaan, 10 November, hingga Supersemar tergambar cukup lengkap di sini.
Hall 8 Teater Film Dokumenter (Dokpri)
Bagi kita yang menyukai sejarah, berkunjung ke museum Diorama Perjalanan Sejarah Bangsa ini dapat menjadi perjalanan
wisata yang mengasyikkan. Kita bisa membayangkan peristiwa konferensi meja bundar, atau perjanjian Linggarjati dalam diorama yang dibuat semirip mungkin dengan aslinya. Di hall 8 kita juga bisa menyaksikan film dokumenter sejarah perjuangan bangsa selama sekitar 15 menit. Di sini kita juga bisa mengambil gambar dengan bebas, hanya cahanyanya agak gelap sehingga sulit memperoleh gambar yang bagus di dalam.
Diorama Perundingan Linggardjati (Dokpri)
Saya jadi ingat sebuah motto keren: Bangsa yang besar adalah bangsa yang tak pernah melupakan sejarah. Jadi wajarlah kalau bangsa kita tidak pernah besar karena selalu melupakan sejarah dan hanya 'mengarsipkan' nya di tempat jauh dari lubuk hati yang paling dalam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya