TransJakarta sejatinya menjadi alternatif moda transportasi umum yang cepat, tepat, dan andal serta dirancang (nyaris) bebas macet. Diharapkan keberadaan TransJakarta dapat mengalihkan pengguna kendaraan bermotor berpindah moda menggunakan transportasi umum melalui TransJakarta tersebut. Bahkan saat ini telah dibangun jembatan layang busway Petukangan-Tendean mengingat ruas jalannya sempit sehingga tidak mungkin dibangun jalur sendiri yang sejajar letaknya, agar tercapai cita-cita tersebut.
Sebelum ada TransJakarta, jalur Ciledug-Blok M boleh dibilang sudah menjadi langganan macet mulai dari Petukangan-Cipulir sampai Kebayoran Lama, kadang hingga menjelang Mayestik. Saat pembangunan jalan layang khusus busway, jalur tersebut menjadi neraka karena penyempitan dari dua menjadi satu lajur saja. Hampir selama dua tahun lebih pengguna kendaraan bermotor baik pribadi atau umum mengeluhkan macet yang luar biasa akibat pembangunan jalan layang tersebut.
Namun setelah empat bulan lebih berjalan, ternyata kemacetan tidaklah reda. Bahkan naik TransJakarta pun tidak menjadi jaminan bebas macet, terutama dari Terminal Ciledug (Puri Beta) menuju Halte Adam Malik yang masih menggunakan jalan biasa. Saya pernah terjebak dua jam hanya untuk melintasi dua halte tersebut yang hanya berjarak tiga kilometer saja!! Selebihnya memang cepat karena TransJakarta langsung naik ke jalan layang.
Alih-alih mengalihkan pengguna kendaraan bermotor menjadi pengguna angkutan umum, justru keberadaan jalan layang TransJakarta malah menjadi predator bagi angkutan umum yang sudah lama ada. Ditambah lagi keberadaan angkutan daring (online) turut memperparah keadaan. Karena sepi penumpang, beberapa bus Metro Mini sudah tidak memakai kondektur alias kenek lagi. Sementara jalan raya tetap saja macet karena penyempitan lajur dan jumlah kendaraan yang melintas tidak juga berkurang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H