Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Trotoar Lapis ala "Gaberner"

22 November 2017   12:52 Diperbarui: 22 November 2017   12:57 2142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti biasa tiap pagi saya selalu ngopi di warkop depan kantor yang kebetulan mengokupasi separuh trotoar jalan. Tidak seperti biasanya, tumben-tumbenan si pedagang itu curhat sama saya. Menurut dia, sebentar lagi warungnya bakal direlokasi alias dipindah ke atas trotoar. 

Katanya lagi bakal dibangun oleh swasta karena dana APBD sudah tidak mencukupi, dan para pedagang yang satu genre (misal: pedagang bubur ayam digabung jadi satu konter bubur ayam, sesama pedagang nasi rames digabung). Selain itu nanti bakal dikenakan pajak daerah sebesar 10% sebagai kontribusi menggantikan retribusi yang selama ini dipungut dari pedagang.

Pedagang mulai cemas karena dikhawatirkan harga naik akibat harus bayar sewa yang lebih tinggi dan pajak yang harus dibayar, walaupun semuanya pasti dibebankan pada konsumen. 

Dia mulai mencoba mencari lokasi lain untuk pindah dari tempat sekarang agar bisa tetap berjualan dengan harga seperti sekarang ini daripada harus kehilangan pelanggan akibat naiknya harga makanan. Memang harus diakui, tempatnya berdagang sekarang jelas-jelas melanggar aturan karena berjualan di trotoar yang seharusnya digunakan untuk pejalan kaki.

Cuma saya agak heran dengan kalimat pindah ke atas trotoar, maksudnya apakah namanya trotoar lapis dimana pejalan kaki di bawah dan pedagang di atasnya, atau model lain. Selain itu saya juga agak bingung apakah pihak swasta yang dilibatkan itu apakah berupa CSR atau memang investasi murni. 

Si pedagangpun juga ga ngerti apa itu CSR dan sayapun harus menjelaskan panjang lebar bahwa CSR itu adalah bagian amal dari swasta untuk kepentingan sosial atau masyarakat, bukan investasi. Jadi disarankan agar dia memastikan kembali apakah pihak swasta itu membangun sebagai bagian dari CSR atau investasi. Kalau CSR bolehlah dilanjutkan dagangannya, tapi kalau investasi ya sebaiknya pikir-pikir dulu atau cari lokasi lain.

Saya masih agak penasaran dengan istilah trotoar lapis, dan mencoba menggambarkannya seperti Cihampelas Walk di Bandung. Si pedagang langsung mengiyakan sembari menjelaskan bahwa jalanan di depan warung bakal ditutup sementara untuk pembangunan lokasi pedagang dan pedestrian di bagian atas jalan. Nanti setelah pembangunan selesai jalan di bawahnya kembali difungsikan seperti sediakala. Selain itu kawasan di sekitar trotoar lapis akan menjadi obyek wisata baru dengan landmark masjid yang memiliki nilai sejarah tinggi.

Ooo, jadi ternyata seperti itu bentuk trotoar lapis. Maksudnya pedestrian bertingkat seperti telah berjalan di Cihampelas Bandung. Tentunya ini bakal menjadi landmark prestisius sang Gaberner baru untuk menepis segala komentar miring tentang beliau. 

Paling tidak ada sesuatu yang bakal dikerjakan, tidak hanya sekedar wacana yang malah menjadi bahan perundungan di dunia maya. Saya sendiri menunggu realisasinya sambil berharap harga tidak naik karena gaji juga tidak pernah naik dua tahun belakangan ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun