Sensasi kecepatan tinggi dan kuping mendengung sudah biasa bila kita bepergian dengan pesawat terbang. Tapi bagaimana rasanya kuping mendengung atau pekak serasa terbang di atas rel? Itulah sensasi yang ditawarkan Shinkansen bagi para penumpangnya. Kita belum dianggap ke Jepang kalau belum pernah merasakan naik kereta cepat Shinkansen.
Menyambung cerita kemarin, saya mulai menggunakan JR Pass di Stasiun Mishima dengan tujuan Kyoto. Awalnya saya pikir Shinkansen itu kereta eksklusif seperti Argo di Indonesia, jadwal dan rutenya tertentu saja dan tidak berhenti di setiap stasiun. Namun pandangan tersebut sirna ketika berada di atas stasiun. Stasiun Mishima sendiri boleh dikatakan seperti stasiun Bekasi atau Purworejo, berada nun jauh di kampung jauh dari hiruk pikuk kota besar. Kota besar terdekat adalah Yokohama di samping Shizuoka.
Gerbong Shinkansen (Dokpri)
Ternyata ada beberapa jenis kereta Shinkansen, ada yang ekspress hanya berhenti di beberapa kota tertentu yaitu Nozomi dan Mizuho, ada pula yang semi-ekspress yang berhenti di hampir semua stasiun berlabel Shin, seperti Hikari, Sakura, dan sebagainya. Shinkansen sendiri digerakkan oleh listrik seperti KRL dan terbang melayang di atas rel dengan kecepatan tinggi. Kecepatannya bisa di atas 300 Km per jam sehingga Mishima - Kyoto yang berjarak sekitar 350 km ditempuh hanya satu setengah jam saja!
Konter Tiket Shinkansen (Dokpri)
Hebatnya lagi ternyata hampir setiap beberapa menit Shinkansen lewat, tidak seperti kereta eksekutif di sini yang jadwalnya hanya dua atau tiga kali sehari. Ada yang berhenti di stasiun, ada yang sekedar lewat saja. Hal ini dapat dikategorikan sebagai komuter jarak jauh mengingat padatnya jadwal kereta yang melintas. Jadi kita tidak perlu khawatir ketinggalan kereta bila memegang JR Pass karena kita bisa naik kereta berikutnya menggunakan gerbong
unreserved seat alias duduk secara
go show. Tapi untuk kenyamanan kita juga bisa melakukan
reserved seat di konter Shinkansen yang ada di setiap stasiun.
Laiknya memesan tiket pesawat terbang, kita bisa transit dan berpindah kereta apabila tidak ada kereta langsung ke satu tujuan tanpa harus memegang tiket baru. Semua sudah terkoneksi secara
online sehingga cukup dengan satu tiket untuk menyambung dari satu kereta ke kereta lain seperti yang saya alami dari Kyoto ke Hiroshima dan dari Hiroshima ke Tokyo. Karena kereta dari Kyoto mentok di Okayama, saya berganti kereta di Kobe untuk menuju Hiroshima. Pulangnya saya transit di Osaka untuk berganti kereta ke Tokyo.
Seat Gerbon Ordinary (Dokpri)
Kebetulan saya memegang JR Pass Ordinary jadi hanya bisa naik gerbong kelas ekonomi dengan
seat 2-3 seperti bus ekonomi dan tidak bisa naik Nozomi atau Mizuho, jadi harus sabar karena berhenti di hampir semua stasiun. Namun rasanya tetap nyaman seperti naik pesawat terbang, jadi tidak perlu harus naik
green car dengan
 seat 2-2 yang harganya jauh lebih mahal. Lagipula waktu tempuhnya juga tidak terlalu jauh berbeda antara kereta ekspress dengan semi ekspress karena sama-sama ngebut.
Petunjuk Gerbong di Depan Bangku (Dokpri)
Fasilitas kereta sendiri lumayan bagus. Di setiap bangku ada petunjuk fasilitas dalam gerbong dan di depan serta belakang. Toilet tersedia hampir di semua gerbong. Ada satu gerbong khusus restoran, namun kita juga bisa memesan makanan melalui pramugari yang lewat. Di setiap baris terdapat colokan sehingga kita bisa mengisi baterai gawai atau laptop, dengan catatan bisa dapat kursi di jendela. Selain ada satu gerbong yang menyediakan
smoking room yang menjadi surga bagi para
smokers.Â
Shinkansen menjadi moda
transportasi paling diminati karena waktu tempuhnya hampir sama dengan pesawat terbang bila dihitung dari mulai
check in, pemeriksaan tubuh dan bagasi di bandara. Sementara di stasiun nyaris tak ada pemeriksaan sama sekali sehingga lebih menghemat waktu karena penumpang dapat langsung naik ke kereta sesuai tujuan. Dan kereta di sini nyaris tepat waktu, bahkan terkadang lebih cepat beberapa menit sehingga kita bisa memperkirakan tiba di stasiun kereta.
Mengingat kecepatan kereta yang sangat tinggi, sebaiknya jangan terlalu sering jalan-jalan di dalam gerbong. Lebih baik duduk manis sambil memasang headset karena tak terasa kereta tiba di tempat tujuan. Walau demikian saya masih bisa buang air kecil dengan cukup nyaman di tengah kecepatan tinggi dengan tanpa berpegangan. Kalau waktu tempuh kurang dari tiga jam, sebaiknya jangan tidur karena khawatir bablas ke stasiun berikutnya. Shinkansen hanya berhenti dua - tiga menit di setiap stasiun, jadi harus siaga bila hampir sampai stasiun tujuan yang terpampang di atas pintu masuk gerbong.
So, bila berwisata ke Jepang, jangan lewatkan sensasi terbang di atas rel dengan Shinkansen. Gunakan JR Pass yang sebaiknya dibeli di negara asal karena harganya jauh lebih murah daripada beli tiket ketengan di stasiun. Siapkan penutup telinga agar tidak terlalu mendengung ketika keluar dari kereta. Buat yang takut ketinggian alias
acrophobia, sensasi terbang ini boleh dicoba tanpa harus merasa takut terbang karena tetap menapak di darat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya