Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Modal Dua Ribu Rupiah untuk Jadi PNS

10 September 2017   22:21 Diperbarui: 11 September 2017   15:50 3433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Liputan6.com

Mungkin nasib saya yang kurang bagus saat itu, lulus sarjana saat krisis moneter baru saja melanda negeri ini. Negara sedang ramai-ramainya demonstrasi menuntut pergantian pemerintahan yang berujung pada tumbangnya Orde Baru dan dimulainya Orde Reformasi saat itu. Banyak perusahaan swasta gulung tikar atau memindahkan kantornya ke negara tetangga akibat situasi kurang kondusif saat itu.

Celakanya, pemerintah juga mulai memberlakukan moratorium PNS sehingga nyaris tidak ada kementerian atau lembaga yang membuka penerimaan CPNS. Berkas lamaran saya di salah satu kementerian dikembalikan dengan alasan tidak menerima pegawai baru. Untungnya di saat-saat akhir, salah satu Pemerintah Provinsi masih membuka lowongan tersisa dan kesempatan tersebut tidak saya sia-siakan (ternyata setelah itu baru empat tahun kemudian kembali membuka lowongan CPNS). 

Dengan modal dua ribu rupiah saya kembali mengirimkan berkas lamaran ke kantor pos tepat pada hari terakhir penutupan pendaftaran (cap pos) satu jam menjelang kantor pos tutup. Agak deg-degan juga karena ternyata hampir semua orang mengantri di jam terakhir pengiriman berkas. Nasib baik, petugas pos memahami kesulitan kita sehingga tetap membuka antrian sampai lewat waktu dan tanda terimanya dibuat sebelum waktu penutupan habis.

Seminggu kemudian saya terserang penyakit tifus yang membuat tubuh harus berbaring sekitar tiga bulan. Kepala semakin pening ketika menerima panggilan tes saat dalam masa perawatan. Akhirnya ayah dan ibu sepakat untuk menggotong saya ke tempat tes dengan mencopot kursi diganti kasur agar saya tetap dapat tidur sampai ke tempat tes yang berjarak 200 Km dari rumah. 

Dengan kepala sempoyongan saya hadapi ujian tes tertulis yang materinya tak jauh dari UMPTN (seleksi penerimaan mahasiswa baru jaman itu). Tes yang berlangsung selama dua hari membuat tubuh semakin lemas dan nyaris pingsan di meja tes. Sayapun lebih banyak menembak soal pilihan ganda daripada berpikir, dan selalu lebih cepat selesai dari waktu yang ditentukan agar bisa beristirahat lebih banyak.

Alhamdulillah sekitar dua minggu kemudian hasil tes keluar dan saya dinyatakan lulus untuk mengikuti tes wawancara. Pada saat tes kedua materinya lebih kepada screening diri dan keluarga apakah bebas dari unsur PKI dan/atau pemberontakan lain atau tidak. Istilah kerennya saat itu adalah bersih diri dan bersih lingkungan. 

Bisa saja kita bersih diri tapi lingkungan keluarga tidak bersih. Saya diminta membuat silsilah keluarga sampai ke tingkat kakek nenek, kemudian usia dan pekerjaan mereka. Kemudian setelah itu dilakukan wawancara dengan pertanyaan standar seperti motivasi mendaftar CPNS, kenapa harus ke Provinsi ini, bersediakah ditempatkan dimana saja, dan keinginan setelah jadi PNS. Khusus untuk bersih diri dan lingkungan ada wawancara tersendiri oleh aparat keamanan setempat untuk menanyakan kembali silsilah yang kita buat.

Sebulan lebih menunggu tanpa kejelasan, sementara tubuh mulai agak membaik dan mulai mencari alternatif lowongan kerja lain. Sempat juga ikut tes dan wawancara di satu media terkenal saat itu, namun saat panggilan wawancara, datanglah surat panggilan pemberkasan CPNS tepat di hari yang sama dengan jadwal wawancara. 

Akhirnya saya lebih memilih pemberkasan daripada bekerja di media yang belum jelas juga nasibnya. Penantian menjadi CPNS yang ditunggu-tunggu usai sudah setelah resmi menerima SK Pengangkatan CPNS pada awal tahun berikutnya. Hanya dengan modal dua ribu rupiah tanpa kenalan sana sini saya bisa menjadi PNS hingga saat ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun