Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Benarkah Ada PNS Fiktif?

26 April 2016   10:16 Diperbarui: 26 April 2016   10:27 586
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Cerita PNS fiktif mulai ramai ketika BKN menyampaikan hasil ePUPNS 2015 seperti ditulis dalam link di bawah ini. Ada sekitar 57.000 PNS misterius, dan sekitar 25.000 diantaranya diprediksi fiktif alias tidak ada orangnya. Namun benarkah demikian, dan mengapa hal tersebut bisa terjadi?

Menurut pengamatan saya sendiri, kalau dibilang fiktif dalam arti benar-benar tidak ada orangnya alias hanya khayalan belaka, rasanya nyaris tidak mungkin karena sistem penerimaan pegawai sekarang sudah lebih tertib. Kalaupun ada mungkin sisa-sisa zaman Orde Baru yang rata-rata baru memasuki usia pensiun pada dekade ini. Namun kalau orangnya tidak pernah masuk kerja, kemungkinan besar benar adanya. Sebelum kita berburuk sangka, sebaiknya ditelusuri dulu mengapa hal tersebut bisa terjadi. Sepanjang pengamatan saya, ada beberapa hal yang menyebabkan munculnya angka tersebut.

Pertama, tidak semua bahkan sebagian besar PNS melek IT, termasuk di pemerintah pusat. Sebagian besar mereka minta diinputkan oleh bawahannya yang lebih melek IT atau titip di Biro Kepegawaian atau BKD untuk diisikan. Bisa jadi ada kesalahan dalam pemasukan data, atau bahkan luput untuk dimasukkan, sehingga saat di-cross check hasilnya berbeda dengan data manual dan ada selisih seperti angka tersebut di atas. Aplikasi PUPNS belum sepenuhnya user friendly sehingga sulit untuk dikerjakan secara mandiri oleh PNS yang bersangkutan.

Kedua, memberhentikan PNS itu cukup rumit dan tidak sekedar mengajukan surat pengunduran diri saja, tetapi harus melalui berbagai tingkatan sehingga muncul SK Pemberhentian sebagai PNS, bahkan termasuk yang sudah meninggal saat masih dalam masa kerja (bukan pensiun). Hal itu yang membuat Biro Kepegawaian atau BKD cenderung 'malas' untuk memproses pemberhentian seseorang sebelum waktunya (baca: pensiun), walaupun yang bersangkutan sudah benar-benar mengundurkan diri. Selain itu memberhentikan PNS (walaupun atas kemauan sendiri) bisa merusak kondite pimpinan unit kerja atau kepegawaian karena dianggap tidak mampu membina bawahannya, sehingga cenderung didiamkan begitu saja.

Ketiga, bagian kepegawaian dan keuangan sering tidak sinkron karena SK Pemberhentian karena alasan apapun (termasuk meninggal dunia) tidak ditembuskan dari BKN melalui kepegawaian instansi kepada bagian keuangan, sehingga gaji tetap mengucur beserta ikutannnya walaupun yang bersangkutan telah mengajukan pengunduran diri seperti kasus yang diceritakan di artikel di bawah. Hal ini sering terjadi karena rumitnya proses pemberhentian tadi, termasuk mengirimkan berbagai tembusan ke instansi terkait seperti bagian keuangan, sehingga bagian keuangan tidak tahu kalau yang bersangkutan sudah tidak menjadi PNS lagi.

Keempat, ada pegawai yang tidak pernah mengajukan berhenti secara resmi dari PNS, namun tidak pernah masuk kerja dan tidak pernah melaporkan kepada pimpinannya. Ketika pimpinan berganti, yang bersangkutan tidak mengetahui bila ada pegawainya yang tidak pernah masuk kerja sehingga tidak pernah ada teguran sampai kepada tingkat pemberhentian. Lagi-lagi karena menyangkut kondite dan 'malas' memprosesnya sehingga hal tersebut dibiarkan begitu saja.

Kelima, kemungkinan kongkalingkong tetap ada namun tidak semudah dulu dan perlu pembuktian lebih lanjut. Jadi kalau boleh disimpulkan, sebenarnya orangnya ada, tapi bisa jadi tidak masuk kerja karena berbagai alasan seperti dikemukakan di atas atau artikel di bawah ini. Oleh karena itu, yang diperlukan saat ini adalah keberanian untuk memberhentikan pegawai dengan segala resiko termasuk penurunan kondite, serta lebih mempermudah aturan pemberhentian PNS dan menyatukan proses adminitrasi pegawai dengan penggajian, sehingga tidak ada lagi uang negara hilang akibat tidak adanya koordinasi antar bagian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun