Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Indonesia for Sale Again

7 Oktober 2013   14:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:52 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Sebagai intinya, sebagai kapasitas saya sebagai chief salesperson of Indonesia Inc. Saya mengundang Anda semua untuk menggapai bisnis, dan kesempatan berinvesasi di Indonesia," ucap SBY yang disambut riuh tepuk tangan para peserta (Sumber baca disini).

Tanpa ucapan beliaupun, sebenarnya Indonesia memang sudah terjual dan layak untuk dijual. Kemanapun Anda pergi keliling Indonesia, pasti akan dijumpai sumberdaya alam yang melimpah, mulai dari aneka tambang yang berserakan, tanah yang subur untuk pertanian dan perkebunan, hingga pantai dan gunung yang eksotis pemandangannya. Sudah bosan rasanya mendengar investor asing ramai-ramai menanamkan modalnya di Indonesia, baik secara terbuka maupun diam-diam. Kalau kita lebih jeli datang ke pelosok pedalaman suatu pulau, pasti akan ditemui investasi asing yang diam-diam sudah memproteksi tanah untuk kepentingan mereka, walaupun belum dilakukan eksplorasi.

Persoalannya adalah bagaimana investasi tersebut memberikan nilai tambah bagi daerah tempat investor menanamkan modalnya. Selama ini yang terjadi hanyalah dampak negatif seperti limbah yang mengotori halaman penduduk, atau rusaknya lingkungan akibat kotoran buangan hasil olahan tambang. Kalaupun ada upaya dalam bentuk CSR sifatnya hanya sporadis dan tidak menyentuh akar permasalahannya. Penduduk masih tetap miskin, sementara investor meraup untung sebanyak-banyaknya yang dibelanjakan di negerinya sendiri. Indonesia hanya menerima bagi hasilnya saja yang besarannya jauh dari harapan, sementara negeri asal investor menjadi makmur.

Pertanyaannya adalah, apakah tidak ada investor lokal yang mampu mengolah sumberdaya alamnya sendiri sampai harus mengundang investor asing? Mungkin bukan tidak ada, tetapi birokrasi kita justru terkadang mempersulit investor negeri sendiri dibandingkan investor asing. Dalam bahasa kasarnya, fee dari investor asing jauh lebih menggiurkan daripada investor negeri sendiri yang cenderung pelit. Masyakarat kita yang cenderung pada hal-hal instan juga menjadi tidak peduli dengan investasi, yang penting digaji tinggi dan cukup bisa memberi makan anak istri. Selebihnya apa pedulinya buat bangsa dan negara yang dipimpin oleh orang-orang bermental korupsi.

Bayangkanlah bila suatu saat sumberdaya alam kita sudah habis terkuras dan para investor lari ke luar negeri menyisakan sampah yang berserakan di bekas galian tambangnya. Apalagi yang dapat dijual kalau bukan harga diri?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun