Sungguh kaget penulis ketika membaca koran lokal saat sedang menunggu masakan makan siang di sebuah restoran hari Sabtu (19/12/2009) lalu. Ada seorang pejabat yang penulis kenal wafat terkena serangan jantung dan beritanya masuk koran setempat. Mungkin berita tersebut adalah hal biasa bila tidak ada sebab musabab yang mendasarinya. Hal yang menjadikan berita ini luar biasa adalah beliau wafat akibat serangan jantung, setelah sehari sebelumnya didatangi oknum pejabat tinggi lain yang mencak-mencak dengan kata-kata kotor yang menyakitkan hati, akibat salah seorang anggota keluarganya tidak lulus tes CPNS di daerah itu. Oknum tersebut mungkin lupa bahwa yang titip bukan cuma dia, dan tetap ada mekanisme aturan yang harus ditaati. Memang ajal semua di tangan Tuhan YME, namun sungguh menyedihkan apabila disebabkan oleh sesuatu tekanan yang luar biasa seperti itu.
Penulis cukup mengenal beliau ketika masih bertugas di daerah tersebut. Beliau bukanlah seorang yang ambisius atau neko-neko, dan selalu memegang teguh peraturan walaupun kadang-kadang harus menentang arus. Dari masih menjadi Kabag Kepegawaian, Camat, hingga Kepala Dinas, beliau senantiasa dekat dengan anak buah, dan selalu mementingkan hasil pekerjaan dengan baik, tidak peduli siapa dibalik yang mengerjakan pekerjaan tersebut. Beliau juga dikenal relatif bersih dan tidak tersangkut kasus hukum atau gosip apapun selama menjalani karirnya. Oleh karena itu, penulis sangat kehilangan beliau yang sudah seperti ayah bagi anak buahnya.
Sebagai pejabat tinggi, apalagi yang berkaitan dengan penerimaan CPNS, tentunya banyak sekali titipan dari pejabat tinggi lain baik selevel maupun sejawatnya. Tekanan demi tekanan beliau terima dengan tabah, walau dengan resiko nyawa sekalipun. Beliau dikenal tegas dan tidak pandang bulu bahkan dengan pejabat yang lebih tinggi sekalipun. Beliau hanya menerima CPNS yang layak setelah melalui serangkaian tes, bukan semata-mata titipan atau pesanan pihak tertentu. Beliau tidak peduli titipan atau bukan, selama lulus tes, yang bersangkutan berhak untuk diterima jadi CPNS. Walaupun ada satu dua titipan yang lolos, tapi itu karena memang lulus tes, bukan semata-mata titipan pejabat saja.
Memang akhir-akhir ini beliau mengeluhnya penyakit jantungnya yang kembali kumat, terutama pada masa-masa penerimaan CPNS yang penuh intrik dan tekanan politik. Beliau berusaha sekuat tenaga untuk menghadapi itu semua dengan dasar aturan yang jelas. Namun begitulah perilaku sebagian oknum pejabat tinggi kita, masih saja ada yang berusaha menitipkan anggota keluarganya tanpa malu-malu dengan tidak melalui tes atau memaksakan diri diluluskan tes. Hal itulah yang beliau tolak, dan beliau pula yang harus menanggung akibatnya. Lagi-lagi kita harus kehilangan putra terbaik hanya gara-gara ambisi pribadi seseorang yang memiliki kewenangan lebih.
Sudah beberapa kejadian seperti ini terulang. Masih belum hilang dari ingatan kita ketika ada seorang pejabat bunuh diri, atau dibunuh secara keji, atau terkena serangan jantung akibat tekanan untuk melanggar aturan yang dilakukan oleh orang lain. Masih belum sadarkah kita bahwa hal-hal itulah yang menyebabkan hancurnya moral dan integritas para petinggi negeri ini. Lalu sampai kapan kita akan tetap seperti ini? Semoga Tuhan YME mengampuni dosa-dosa beliau, dan menerima segala amalnya di hari akhir nanti. Beliau adalah pahlawan bagi kami... lepas dari khilaf dan alfanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H