Mohon tunggu...
Diyan Auliya
Diyan Auliya Mohon Tunggu... -

mantan pegawai magang di Harian Bernas Yogykarta. kini bergabung di Jurnalis Warga Tulungagung sejak tahun 2013

Selanjutnya

Tutup

Edukasi

Gentle Birth dan Akseptor Medis Cerdas

8 September 2013   09:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:12 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beauty. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dian AA, Jurnalis Warga Tulungagung Puskakom-Kinerja USAID

Pembahasan panjang lintas sektoral dan program dalam bidang kesehatan ibu dan anak di Tulungagung akhirnya hasilkan Peraturan Bupati Tulungagung tentang Persalinan Aman, Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Ekslusif, sebagaimana telah ditetapkan pasca uji publik dan finalisasi draft pada 24/7 lalu. Dikutip dari www.tulungagung.go.id, Ketua TP PKK Kabupaten Tulungagung, Wiwik Wijayanti menyatakan bahwa setiap tahun ada sekitar 500 ribu bayi ditinggal meninggal oleh ibunya. Data di Kabupaten Tulungagung untuk Angka Kematian Ibu (AKI) pada 2012 adalah 11 ibu, sementara pada semester pertama 2013 sudah 7 ibu.

Dalam hal ini, pembuat kebijakan sebagai eksekutor membuat regulasi dengan maksud untuk melindungi masyarakat. Seseorang dengan profesi maupun atribut yang melekat pada dirinya sebagaimana tersebut dalam regulasi dapat dikenakan sanksi apabila melanggar ketentuan. Lalu bagaimana dari sisi penerima kebijakan, alias ibu dan bayi?

Masih segar dalam ingatan pada 23/7, Kate Middleton, istri dari pewaris tahta monarki Inggris melahirkan bayi laki-laki seberat 3,8 kilogram di rumah sakit St Marys London. Hal yang sedikit mengejutkan publik, karena sectio caesar terutama untuk kalangan menengah ke atas dianggap sebagai suatu hal yang populer. Sebagaimana yang telah diberitakan, Middleton memilih untuk melahirkan secara normal dengan mengikuti kelas hypnobirth1 dan meditasi sejak kehamilannya diumumkan secara resmi pada bulan Desember tahun lalu.

Di jaman ini, “hanya” mendengar cerita tentang sakitnya proses kelahiran normal atau khawatir tentang kondisi janin kerap membuat calon ibu dengan kehamilan tanpa anomali medis memutuskan untuk menggunakan anestesi, induksi maupun mengiyakan sectio caesar. Kecanggihan teknologi, perubahan jaman dan keinginan serba praktis membuat proses dehumanisasi dalam berbagai bidang, manusia menjadi robot tanpa penghargaan batiniah.Selain itu, tenaga kesehatan yang tidak sabar dan tidak ramah juga semakin menambah ketakutan dan ketegangan ibu. Disamping pemandangan ruang gawat darurat yang terkesan seram dengan matras keras dan peralatan medis berlabel steril. Padahal jika dipelajari lebih lanjut ternyata kondisi emosional ibu berpengaruh pada kondisi janin. Hormon kortisol yang dihasilkan ibu ketika stress dapat sampai ke janin melalui aliran darah di tali pusat.

Gentle birth merupakan suatu istilah pada suatu proses kelahiran. Ini bukan metode baru, melainkan metode yang telah digunakan sejak jaman nenek moyang dulu dimana ibu memegang kuasa penuh atas dirinya. Seorang perempuan diyakini dapat mengenyahkan rasa takut dan ketidaknyamanan pada proses kelahiran, dimulai sejak dari kehamilannya. Ada suatu kekuatan holistik dalam diri manusia yang diyakini bisa diberdayakan untuk melalui proses kelahiran, yakni kesatuan tubuh, pikiran, dan jiwa. Sehingga proses kelahiran tidak 100% diserahkan pada medis, melainkan ibu berhak tentukan apa yang terbaik bagi diri dan bayinya.

Gentle birth bisa dimulai ketika merencanakan kehamilan. Ada sesi meditasi dimana ibu sepenuhnya sadar atas pilihannya untuk memiliki anak. kemudian dilanjutkan hynobirth yang merupakan sugesti dasar bahwa persalinan akan berlangsung nyaman dan tenang. Kontraksi pra kelahiran dipandang sebagai “gelombang cinta”, dimana janin dianggap ingin segera bertemu dengan ibu dan orang-oranag yang dicintainya. Biasanya ibu diminta membayangkan kuncup bunga yang tengah mekar atau membayangkan bermain-main dengan bayi. Idealnya gentle birth dilakukan di rumah (homebirth), karena persalinan dianggap sebagai proses yang sakral antara ibu dan bayi, serta ibu dikelilingi oleh orang-orang terdekat yang memberikan dukungan penuh, tetapi bisa juga dilakukan di ruang medis. Ibu berhak memilih posisi ternyaman untuk melahirkan, bahkan bisa memilih dengan atau tanpa tenaga kesehatan dalam proses tersebut. Tentunya setelah dalam prosesnya dapat diketahui dapat melahirkan secara normal atau tidak.

Dalam gentle birth diyakini terdapat pergeseran cara memandang peristiwa kehamilan dan persalinan, dimana prosedur dan intervensi medis belum tentu berdasar kepentingan ibu dan bayi, serta evolusi posisi persalinan yang semula alami menjadi litotomi2 ternyata justru menjadi kurang ramah bagi proses persalinan. Episiotomi3 sesungguhnya tidak diperlukan dalam kehamilan normal jika tenaga kesehatan lebih sabar. Demikian juga dengan sistem rawat gabung dan keberhasilan Inisiasi Menyusu Dini, dimana ibu dan bayi bisa ditinggalkan di ruangan yang sama tanpa “mengganggu” pekerjaan tenaga kesehatan lainnya. Tak sadarkah para tenaga medis tentang trauma persalinan pada ibu dan bayi? Trauma persalinan dalam gentle birth diyakini sebagai pemantik kerewelan bayi dan baby blues syndrome4 pada ibu. Gentle birth sendiri bisa dibawa di meja sectio, dengan cara-cara tertentu yang tidak menimbulkan trauma bagi ibu dan bayi, tentu saja dengan persetujuan tenaga medis.

Terkait dengan ini, saya pernah mendengar cerita dari saudara tentang kepasrahannya pada keputusan dokter untuk mengadakan sectio caesar karena kehamilan lebih bulan. Padahal pada operasi tersebut ternyata ditemukan air ketuban masih jernih, tali pusat belum mengalami pengapuran dan bebas mekonium5. Tetapi cerita lain menyebutkan ada seorang dokter obgyn yang mampu mensugesti pasien bahwa janin baik-baik saja. Saya pernah mendengar cerita seorang teman yang memiliki 4 orang anak yang kesemuanya dengan plasenta previa6. Teman tersebut datang ke dokter di salah satu rumah sakit di Kediri dan hanya disugesti,”Ibu banyak berdoa, janin itu pintar kok! Dia selalu tahu cara untuk mengeluarkan dirinya dari rahim ibu meski ada tali pusat melilit ataupun kondisi seperti ibu.” Nyatanya keempat anaknya bisa lahir normal.

Bagaimanapun, mungkin istilah gentle birth, hypnobirth, waterbirth7, lotus birth8 atau unassisted birth9 terdengar asing di telinga anda. Karena tenaga medis dan fasilitas medis masih menjadi rujukan utama semua masalah kesehatan, khususnya dalam kehamilan dan persalinan. Tapi para orang tua dan calon orang tua, jadilah akseptor medis yang kritis. Ketahui keuntungan, resiko, alternatif lain yang akan anda terima. Jadi jangan karena di fasilitas medis tersebut tersedia layanan modern canggih, anda dibujuk dan tertarik tanpa mengetahui resikonya, padahal anda hamil tanpa tanda kegawatdaruratan. Anda berhak bertanya dan mendapat jawaban dari tenaga kesehatan mengenai kondisi medis anda, karena setiap proses kelahiran tersaji secara unik dan merupakan kenangan yang tak terulang. Bahkan sesungguhnya anda miliki hak untuk memilih siapa tenaga kesehatan yang akan mendampingi kehamilan dan persalinan anda. Selain rencanakan kehamilan dengan baik hingga pada prosesnya tiada hambatan berarti. Terakhir untuk para tenaga kesehatan, bersikaplah ramah dan sabar pada yang awam medis, sehingga kemungkinan besar tak ada sandungan regulasi nantinya. Semoga. (Dian AA*)

Keterangan:

1Hipnosis yang ditujukan untuk mengurangi nyeri pada proses persalinan

2posisi ibu berbaring di matras medis dengan posisi kaki ditekuk dan paha membuka agar terlihat jalan lahir

3pengguntingan pada perineum, kulit diantara jalan lahir dan anus

4sindrom psikologis pada ibu baru yang menyebabkan perasaan tertekan dan sedih

5kotoran bayi baru lahir, berwarna hitam kehijauan dan lengket

6letak plasenta hampir atau menutupi jalan lahir

7persalinan dalam air

8penundaan pemotongan tali pusat sampai lepas dengan sendirinya dari tubuh bayi

9persalinan tanpa bantuan tenaga kesehatan

*Penulis memiliki kista ovarium ukuran 4x5 cm. Ketika tulisan ini dibuat, sedang mengandung anak ketiga. Dijadwalkan sectio caesar oleh salah satu dokter obgyn kota marmer, tapi penulis menolak. Optimis dan bersugesti bahwa janin itu pintar dan tubuh perempuan bisa mengatasi penyakit “perempuannya”. Pada pemeriksaan USG terakhir, kista tidak ditemukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun