Reinforcement Pola Asuh Autisme; Mengusut Kisah Max Park
Apakah orang yang lemah dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain dikatakan sebagai autisme? Banyak sekali orang yang bertanya-tanya dan takut akan diri mereka sendiri, apakah mereka termasuk autis atau bukan.Â
Mayoritas masyarakat di Indonesia seringkali menganggap seseorang yang tidak banyak bicara dan cenderung pendiam adalah orang autis, namun anggapan tersebut tidak benar.Â
Tidak banyak orang yang mengerti apa arti yang sebenarnya tentang autis. Seringkali mereka menganggap dan menggunakan secara enteng istilah autis sebagai bahan ejekan kepada orang lain. Ketidakpahaman orang-orang mengenai autisme sebenarnya dapat di mengerti karena autisme sendiri tidak sesederhana yang dipikirkan banyak orang apakah autisme hanya orang yang tidak pandai dalam bergaul? Ataukah orang yang mengalami keterbelakangan mental? Dan ataukah autisme itu mencakup kedua hal tersebut dan bahkan lebih banyak lagi?
Perlu diketahui bahwa autis dapat diartikan dari banyaknya pengertian. Dalam perspektif psikologi, autis dapat dilihat berdasarkan kurangnya keterampilan sosial. Mayoritas orang yang memiliki diagnosa autisme memiliki kecenderungan rasa ketidaknyamanan pada keramaian, dan bahkan mereka bisa saja tidak merespon ketika mereka dipanggil namanya. Selain itu, orang yang menyandang autis juga memiliki kesulitan untuk memahami perasaan orang lain.
Kesulitan dalam berkomunikasi. Seringkali orang yang masuk dalam kategori autisme ini, mengalami kesulitan dalam memahami apa yang dikatakan oleh lawan bicaranya, terutama dalam hal jika mereka diberikan guyonan atau lelucon namun mereka tidak menanggapi. Dan bahkan seseorang yang berada dalam autisme ini 40% tidak banyak berbicara pada saat mereka kecil.
Autisme bukan orang yang tidak pandai. Bahkan ada orang yang menyandang autisme dan memiliki IQ diatas rata-rata dan sangat cerdas serta jenius. Sebagai contoh, Max Park pemegang pemecah rekor kubus rubik tercepat didunia. Max Park merupakan pemuda yang berasal dari California dengan keadaan dirinya yang menyandang autis.Â
Max yang berkebutuhan khusus tersebut ternyata menggunakan atau memanfaatkan speed cubing sebagai sarana sebagai terapi untuk keterampilan sosial dan perkembangan emosionalnya.
Banyak orang yang menganggap bahwa Max bukanlah orang yang pandai, namun sebenarnya kepandaian bukanlah diukur dari penampilan dan kecakapannya. Keluarga Max sendiri pun tidak pernah menduga bahwa tandingan terbesarnya dalam speed cubing tersebut malah membantu Max untuk berjuang menghadapi keadaan pada dirinya yakni autisme.Â
Adanya speed cubing tersebut, keluarganya telah menggunakanya sebagai sarana terapi untuk sosial dan perkembangan emosionalnya yang baru lahir. Meskipun dia seorang penyandang autis, namun dia memiliki semangat yang sangat luar biasa dalam membuktikan pada keluarganya bahwa dia mampu berjuang.