Paradigma masa lalu tentang ketakutan masyarakat kecil dalam berobat di rumah sakit karena sudah menjamurnya informasi bahwa biaya berobat yang melambung tinggi. Tak sedikit dari mereka rela menjual barang berharga untuk menyelamatkan nyawa orang terkasih. Bahkan, saya bisa menjadi saksi masa lalu bahwa tak sedikit dari tetangga atau kerabat saya rela pinjam sana sini dan atau menjual barang berharganya untuk berobat.
Saat itu, bahkan saya yang mesih kecil atau bisa di kata beranjak remaja telah memiliki empati yang besar. Sedih sekali mendengar pembicaraan orang dewasa saat itu yang memusingkan biaya berobat rumah sakit, bahkan ada yang menangis hingga tengah malam untuk memikirkan solusinya. Banyak sekali pro kontra tentang permasalahan ini, bahkan ada pernyataan "apakah masyarakat kecil tidak boleh sakit ? ".
Pola tersebut tak menyangka terjadi pada diri ini yang beranjak dewasa. Memang benar sekali, tidak ada yang tahu takdir ke depan meski itu 1 detik sekalipun. Saat itu, sore hari sejak hangat-hangatnya Asian Games, kami sekeluarga rame-rame menonton pertandingan bulu tangkis sebagai bukti support atlet Indonesia. Ibu, bapak, adik semua tidak ada satu kekurangan apapun, kami semua nampak sehat semua.
Selang 1 jam bapak pergi sebentar untuk melihat hasil panen, nampak beliau sehat-sehat saja. Tak menyangka sama sekali, beliau tiba-tiba mengeluhkan sakit punggung yang teramat dan langsung tak sadarkan diri. Kami sekeluarga panik, karena bapak tidak ada riwayat sakit keras dan terlihat sehat-sehat saja. Saya berusaha untuk tenang dan tidak panik, dan langsung membawa bapak ke praktek dokter terdekat untuk cepat mendapatkan perwatan. Namun, dokter terdekat memberikan rujukan untuk segera di bawa ke klinik terdekat untuk segera di infus karena bapak kekurangan cairan.
Lumayan sedikit lega karena bukan masalah yang serius. Namun, sekali lagi takdir meski hanya 1 detik tidak ada yang tahu. Manusia hanya bisa merencanakan tapi keputusan hanya mutlak milik Tuhan. Bapak masuk klinik sekitar jam 18.00 atau saat maghrib tiba dan langsung mendapatkan penanganan.
Dokter langsung mengajak diskusi saya sebagai anak pertama. Kejadian barusan yang dialami bapak disebut blok av dalam dunia kedokteran. Dokter menyarankan untuk dirujuk di rumah sakit agar mendapatkan perawatan yang lebih maksimal, karena keterbatasan teknologi atau perawatan yang ada di klinik. Namun, saat itu saya tidak bisa berfikir jernih, karena tiba-tiba dokter bertanya kurang lebih seperti ini :
Dokter : dek, ini saran saya bapak di rujuk ke rumah sakit, bapak punya BPJS ?Â
Saya   : Ma'af dokter, kami belum punya BPJS, tapi saya usahakan akan segera membuat.Â
Dokter : BPJS bisa aktif kurang lebih 2 minggu setelah pendaftaran
Saya mengerti maksud dokter adalah ingin meringankan beban kami, karena kalau pasien umum tentu saja biayanya tidak sedikit. Semalam saya berfikir keras, berdiskusi dan berdoa. Ketenangan seperti susah dikendalikan saat situasi tersebut. Tengah malam saya pinjem sana sini, teman, kerabat, serta kolega namun mereka hanya bisa membantu 20% saja dari biaya yang di asumsikan dokter jika di rawat di rumah sakit.