Mohon tunggu...
Diwangkara Achmad
Diwangkara Achmad Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mancing dan Traveling

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Sejarah Terbentuknya Gaya Bahasa Metafora

13 November 2024   21:08 Diperbarui: 13 November 2024   21:15 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa itu metafora? 

Metafora adalah gaya bahasa yang digunakan untuk menggambarkan sesuatu dengan membandingkannya secara langsung dengan hal-hal lain yang memiliki sifat karakteristik yang sama atau serupa. Metafora sering digunakan dalam sastra, puisi atau percakapan sehari-hari untuk menambah keindahan dan kedalaman makna dalam ungkapan. Metafora juga memiliki tujuan untuk memberikan pemahaman lebih mendalam, memperkuat gambaran, juga menambahkan emosi pada suatu konsep dengan menghubungkannya pada hal-hal yang lebih dikenal.

Sejak kapankan metafora ditemukan dalam ilmu kebahasaan? Dan bagaimanakah perkembangannya dari dulu sampai sekarang?

Gaya bahasa metafora telah ada sejak zaman kuno dan berkembang sebagai cara manusia memperkaya ekspresi bahasa. Metafora muncul dari kebutuhan manusia untuk memahami dan mengungkapkan pengalama abstrak atau emosional melalui perbandingan dengan objek atau konsep yang lebih kongkret dan mudah dipahami. Sejarah metafora terikat erat dengan perkembangan bahasa dan budaya manusi, serta pemikiran-pemikiran filosofis dan sastra.

Beberapa point penting dalam sejarah terbentuknya metafora diawali dari zaman Yunani kuno. Di Yunani kuno, filsuf Aristoteles (384-322 SM) adalah salah satu filsuf yang pertama kali mendalami konsep metafora secara ilmiah. Dalam bukunya, Poetika, ia mendefinisikan metafora sebagai bentuk perbandingan secara tidak langsung yang mampu memberikan makna baru dan kedalaman pada bahasa. Aristoteles menganggap metafora sebagai elemen penting dalam retorika dan puisi, yang berguna untuk menggambarkan ide-ide yang kompleks dan membengkitkan emosi.

Metafora mulai mengalami perkembangan pada masa Romawi. Pada masa ini, metafora menjadi elemen penting dalam seni retorika. Para ahli retorika seperti Cicero dan Quintilian membahas penggunaan metafora sebagai alat untuk memperkuat argumen dan daya tarik dalam berpidato. Mereka melihat metafora sebagai cara untuk membuat pesan yang lebih menarik dan mudah untuk dipahami oleh pendengar.

Pada abad pertengahan, metafora juga banyak digunakan untuk menulis teks-teks keagamaan dan sastra, seperti Alkitab dan Al-Quran, untuk menggambarkan konsep-konsep spiritual dan moral-moral yang mendalam. Metafora-metafora ini memungkinkan orang-orang zaman itu untuk memahami gagasan keagamaan yang abstrak, seperti Tuhan sebagai "gembala" atau "cahaya".

Pada abad ke-20, studi mengenai metafora berkembang pesat berkat kontribusi linguistik modern dan filsafat bahasa. Salah satu teori yang paling terkenal adalah Metaphor we live by (1980) yang ditulis oleh George Lakoff dan Mark Jonshon. Mereka berpendapat bahwa metafora bukan hanya sekedar alat sastra atau retorika saja, tetapi merupakan bagian mendasar dari cara manusia berfikir dan memahami dunia. Menurut mereka, pemikiran manusia bersifat metaforis dan banyak konsep-konsep abstak dalam hidup, seperti halnya waktu atau emosi yang dapat dijelaskan melalui metafora.

Dan pada Zaman modern kini, metafora dipelajari dalam ilmu kognitif dan psikologi, di mana para peneliti menyimpulkan bahwa metafora memiliki peran penting dalam membentuk cara kita berfikir, belajar, dan berkomunikasi. Penggunaan metafora juga meluas dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti istilah cloud (awan) dalam teknologi informasi.

Secara keseluruhan, metafora terus berkembang sebagai sarana untuk memahami konsep kompleks, memperkaya bahasa, dan membangun hubungan emosional dalam berkomunikasi. Metafora telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia, baik dalam satra, percakapan sehari-hari, maupun dalam ranah pemikiran ilmiah dan filosofis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun