Mohon tunggu...
Diva Trianza Maulidia
Diva Trianza Maulidia Mohon Tunggu... Mahasiswa - be happy be bright be you!

Holla, everyone!

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Jangan Jadikan Prokes Hanya Sekedar Syarat, Prokes Itu Kewajiban!

12 Juli 2021   11:30 Diperbarui: 12 Juli 2021   15:03 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Kasus positif COVID-19 di Indonesia makin meningkat setiap harinya. Kasus kematian pun semakin banyak. Kementerian Kesehatan melaporkan kasus harian COVID-19 di Indonesia hingga Jumat (2/7/2021)  tercatat sebanyak 25.830. Total kasus positif COVID-19 di Indonesia kini menjadi 2.228.938. Sementara itu kasus sembuh bertambah 11.578 sehingga total menjadi 1.901.865. Untuk kasus meninggal dunia pada hari ini bertambah 539 sehingga menjadi total 59.534. Jumlah kasus positif COVID-19 harian di Indonesia akan terus naik menjadi setidaknya 28.000 per hari pada pertengahan Juli 2021, dari 20.000-ankasus saat ini, berdasarkan perkiraan yang dibuat oleh tim COVIDAnalitycs dari Pusat Riset Operasi di Massachuset Institute of Technology (MIT).

Mengetahui hal tersebut, nyatanya masih sering sekali ditemukan warga yang menyepelekan virus ini. Mereka tidak mematuhi protokol kesehatan yang telah ditetapkan pemerintah. Mulai dari tidak memakai masker hingga berkumpul dengan alasan yang tidak jelas dan tidak menjaga jarak. Sosiolog dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Dr. Drajat Tri Kartono, MSi, dikutip dari media online KOMPAS, mengungkapkan dan menilai bahwa yang terjadi bukan menurunnya kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan, melainkan desakralisasi protokol kesehatan. 

Menurutnya, protokol kesehatan kini hanya dijadikan sebagai syarat atau salah satu norma untuk mengadakan berbagai aktvitas, baik ritual budaya, perjalanan, pekerjaan, dan aktivitas pendidikan. Ada proses designifikansi yang melemahkan pentingnya penegakan protokol kesehatan dalam hubungan sosial sehari-hari. Contoh lainnya yaitu, kini ada kelonggaran untuk penyelenggaraan berbagai kegiatan seperti hajatan pernikahan atau kegiatan lainnya, asal memenuhi protokol kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa protokol kesehatan hanya dijadikan syarat.

Sebagai contoh bahwa protokol kesehatan hanya dijadikan syarat lainnya datang dari Yaya (56) dikutip dari CNN Indonesia, pemulung di wilayah Pancoran mengaku antara percaya dan tidak percaya terhadap virus corona. Saat berkeliling, ia tidak selalu menggunakan masker, masker hanya dipakai saat ada petugas saja. Hal yang senada dikatakan oleh Ahmad (38), seorang pedagang cilok. Ia mengaku termasuk orang yang masih kurang percaya dengan adanya virus corona."Masker mah ada, bawa, cuma kuping sakit kalau pakai terus. Kalau ada razia, tinggal pakai. Orang-orang aja banyak yang enggak pakai," kata dia.

Contoh tersebut juga merupakan bentuk dari kurangnya edukasi tentang virus ini. Penyuluhan mengenai cara pencegahan COVID-19 sangat penting diberikan kepada masyarakat. Edukasi mengenai cara transmisi dan tingkat keparahan penyakit juga dapat diberikan untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat. Hal ini dapat diberikan melalui media sosial dan media cetak, seperti poster dan pamflet. Edukasi ini sangat diperlukan untuk mengubah persepsi masyarakat untuk bisa mematuhi protokol kesehatan.

Dosen Psikologi UGM, Diana Setiyawati, Ph.D., dalam info UGM mengatakan bahwa perilaku masyarakat tidak mudah diubah. Munculnya beragam aksi sosial tidur di peti mati atau membangun peti mati di area publik adalah salah satu bentuk edukasi ekstrem karena sulitnya mengubah perilaku untuk mengajak warga mengikuti protokol kesehatan. 

Namun demikian, sanksi harus memiliki efek jera tetapi juga harus diimbangi dengan fasilitas yang mendukung. "Yang namanya sanksi memang seharusnya memiliki efek jera, namun sanksi memang harus diimbangi dengan fasilitas," ungkap Bu Diana. Banyaknya warga yang melanggar protokol kesehatan ketika beraktivitas di luar rumah merupakan bentuk dari keputusasaan terhadap kondisi karena dampak yang ditimbulkan begitu besar bagi kehidupan mereka. Sebagai peneliti kesehatan mental masyarakat, Diana mengusulkan agar pemerintah harus membuat kebijakan yang bijaksana dan kompak untuk memikirkan segala aspek kehidupan warga selama masa pandemi berlangsung.

Dengan meningkatnya kasus corona di Indonesia dan membuat penuhnya rumah sakit rujukan yang menampung pasien COVID-19, diharapkan pandangan masyarakat tentang COVID-19 yang masih menyepelekan bahkan tidak percaya terhadap virus ini menjadi percaya terhadap adanya virus ini. Sehingga masyarakat dapat mematuhi protokol kesehatan yang ditetapkan pemerintah. Disamping upaya pemerinntah menerapkan kebijakan Darurat PPKM harus didukung oleh kekompakkan masyarakat. Dengan begitu dapat menekan angka peningkatan kasus baru. Pemerintah juga diharapkan memantau dan mengawasi berjalannya Darurat PPKM ini dengan ketat. Diharapkan juga, masyarakat tidak hanya menjadikan protocol kesehatan ini hanya sebagai syarat atau formalitas, tetapi kewajiban yang sudah seharusnya dilaksanakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun