penulis: Divani Fitrah Maharani Azis, Mufidah Kamal, Fadhilah Ahmad Qaniah
Program Studi Psikologi Universitas Negeri Gorontalo
Budaya adalah cara hidup yang dimiliki oleh suatu kelompok atau masyarakat yang mencakup nilai-nilai, norma, simbol, tradisi, kepercayaan, kebiasaan, dan benda-benda yang diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya meliputi sistem gagasan yang membentuk pandangan hidup, aturan sosial yang mengatur interaksi, serta simbol-simbol yang menyampaikan makna tertentu. Budaya dapat memainkan peran penting dalam membentuk bagaimana kita mengekspresikan dan mengelola emosi Berbeda dengan pandangan yang menganggap emosi sebagai respons yang universal, budaya mempengaruhi cara individu merasakan, mengekspresikan, dan mengatur emosi mereka. Emosi adalah perasaan subyektif yang terkait dengan perilaku seperti senyuman, serta respon fisik seperti detak jantung atau berkeringat. Emosi bukan hanya perasaan mendalam, tetapi juga melibatkan perubahan kognitif dan fisik yang mempengaruhi perilaku.Â
Setiap individu memiliki perbedaan dalam merasakan dan mengelola emosinya serta mengekspresikan emosi ke dunia luar. Namun, walaupun berbeda terdapat beberapa emosi yang diekspresikan secara universal. Persamaan dan perbedaan dalam mengekspresikan emosi dapat dipengaruhi oleh faktor budaya (Asri & Chusniah, 2016). karena setiap budaya memiliki stereotip emosional yang berbeda, serta cara yang unik dalam merespons emosi yang ditunjukkan oleh orang lain. Perbedaan budaya ini dapat menyebabkan variasi dalam cara individu mengekspresikan, menilai, dan mengevaluasi emosi. Dengan demikian, budaya memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kehidupan emosional manusia.
Sulawesi merupakan salah satu pulau yang ada di indonesia. Sulawesi memiliki 6 provinsi yaitu sulawesi utara, sulawesi tengah, sulawesi selatan, sulawesi barat, sulawesi tenggara, dan gorontalo, dengan banyaknya provinsi yang ada membuat kami tertarik untuk mengetahui bagaimana cara mengelola dan mengekspresikan emosi di sulawesi yaitu pada provinsi gorontalo dan sulawesi tengah.Â
dari hasil wawancara yang kami lakukan terdapat beberapa perbedaan pengelolaan dan pengekspresian emosi pada masyarakat gorontalo dan palu. menurut salah seorang narasumber yang berasal dari gorontalo mengatakan bahwa "masyarakat gorontalo mengekspresikan emosi marah dalam kehidupan sehari-hari cenderung lebih terbuka karena masyarakat gorontalo umumnya mengekspresikan marah menggunakan tone atau nada suara dalam berbicara maupun menggunakan jenis-jenis pilihan kata yang dirasa mampu mempertegas pola kalimat atau makna yang disampaikan". masyarakat gorontalo cenderung mengekspresikan emosi secara terbuka hal ini karena masyarakat gorontalo memiliki hubungan keluarga dan sosial yang sangat erat yang membuat masyarakat gorontalo dalam mengekspresikan emosi secara terbuka dianggap normal. kemudian, menurut salah satu narasumber yang berasal dari sulawesi tengah mengatakan bahwa "menurut saya sendiri mungkin itu lebih ke individunya masing-masing tapi untuk saya orang-orang yang lebih dekat dengan kita itu membuat kita mengekspresikan marah emosi terbuka atau dengan orang-orang yang tidak kita kenal kita lebih terkendali masih ditutup-tutupi". Â Nara sumber kami dari Palu juga mengatakan "orang Palu itu kalau bercerita dan mengekspresikan emosi senang itu nada suaranya itu tinggi dan banyak gerakan tubuh, jadi sering orang asing kira lagi mara". Masyarakat palu memiliki intonasi suara yang cukup tinggi dalam mengekspresikan segala emosinya maupun emosi negatif dan juga emosi positif, orang Palu juga cenderung mengekspresikan emosinya menggunakan gerakan tubuh.
Dalam upacara adat, orang Palu dan Gorontalo memiliki cara khas masing-masing dalam pengekspresian emosinya. narasumber kami yang berasal dari Gorontalo mengatakan "dalam upacara adat pemakaman 40 hari mereka akan melantunkan yang disebut sebagai tinilo paita atau syair-syair yang berkaitan dengan atau berisikan tentang puji-pujian kepada Tuhan yang maha esah maupun bercerita tentang si orang yang meninggal dan ini merupakan cara orang Gorontalo untuk mengungkapkan bagaimana perasaan sedih mereka", Masyarakat gorontalo dalam konteks upacara adat mereka akan mengekspresikan emosinya dalam bentuk verbal seperti syair-syair yang disebut tinilo paita. sedangkan dari hasil wawancara kami dengan narasumber dari palu mengatakan "kalau acara adat itu seperti pernikahan atau hajatan biasanya orang palu sering melakukan yang namanya itu Dero (ini semacam tarian terus sambil menyanyi) ini sering dilakukan di palu untuk menandakan kebahagiaan". Masyarakat palu dalam mengekspresikan emosi senangnya mereka menggunakan tarian adat yang disertai dengan lantunan nyanyian sehingga melambangkan kebahagiaan dan kebersamaan.
Berdasarkan hasil wawancara yang kami lakukan kepada orang Gorontalo dan Palu, memiliki caranya masing masing dalam pengekspresian emosi positif maupun negatif, dapat dilihat juga terdapat persamaan antara orang palu dan orang gorontalo dalam pengekspresian emosi yaitu masyarakat gorontalo dan palu sama-sama menggunakan Ekspresi Verbal seperti menyanyi di palu dan bersyair di gorontalo. namun juga terdapat perbedaan yang bisa kita lihat dari hasil wawancara diatas meskipun masyarakat palu cenderung ekspresif, masyarakat palu cenderung tertutup atau lebih mengontrol emosinya didepan umum, sedangkan masyarakat Gorontalo cenderung lebih terbuka dalam mengekspresikannya.Â
DAFTAR RUJUKAN
Budiono, L. A., & Masing, M. (2022). Emosi Dalam Perspektif Lintas Budaya. Innovative: Journal Of Social Science Research, 2(1), 579-584.
Ekman, P. (1992). An argument for basic emotions. Cognition & emotion, 6(3-4), 169-200.