Mohon tunggu...
Divanda Nilam
Divanda Nilam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Universitas Muhammadiyah Malang

Sociology Departement

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Poligami dalam Hukum Islam dan Hukum Positif Indonesia

28 Juli 2022   20:05 Diperbarui: 31 Juli 2022   21:14 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kata poligami berasal dari bahasa Yunani pecahan dari kata poli yang artinya banyak dan game yang berarti pasangan kawin atau perkawinan sedangkan secara epistemologis poligami adalah suatu perkawinan banyak atau dengan kata lain adalah suatu perkawinan yang lebih dari seorang lelaki yang mempunyai istri lebih dari satu pada waktu yang bersamaan. Di dalam Islam poligami dikenal dengan istilah ta'addud az zaujah yang artinya bertambahnya jumlah istri. Hukum poligami tertulis dalam Alquran surah an-nisa ayat 3 yang artinya:

"Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim"

Sebagian besar orang baik orang awam maupun orang yang disebut kyai memaknai poligami dengan melihat kalimat "Nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat", tanpa memperhatikan perintah untuk dapat berlaku adil terhadap istri-istrinya. Dalam surat tersebut juga telah diterangkan bahwa apabila kamu khawatir tidak dapat berlaku adil terhadap istri-istrimu maka nikahilah satu perempuan saja. Para pelaku poligami juga berdalih bahwa mereka mengikuti anjuran rasulullah yang pada saat itu juga melakukan poligami. Padahal poligami yang dilakukan Rasulullah bertujuan untuk mengangkat derajat perempuan janda atau yatim yang saat itu derajatnya dianggap sangat rendah dan diinjak-injak oleh kaum lelaki. 

Dari beberapa sumber yang saya baca kebanyakan pelaku poligami melakukan poligami karena nafsu. Mereka menikah lagi dengan perempuan yang lebih muda dari istri yang sebelumnya. Ada juga yang melakukan poligami untuk menaikkan prestise nya di hadapan teman-temannya. Seorang pelaku poligami juga pernah menyampaikan bahwa ia melakukan poligami karena ingin memiliki banyak anak. Hal ini merupakan salah satu bentuk ketidakadilan bagi perempuan. Perempuan hanya dijadikan alat untuk memuaskan nafsu dan dianggap sebagai 'pabrik'. 

Realitas poligami yang banyak terjadi di Indonesia para lelaki meninggalkan istri pertamanya yang biasanya sudah tua tanpa memberikan nafkah kepada istrinya maupun anak-anaknya. Bahkan sebagian menikah lagi tanpa memberitahu istrinya dan menikahi istri selanjutnya dengan pernikahan siri. Tidak sedikit juga yang meninggalkan istrinya tanpa kabar yang pasti dan melupakan tanggung jawabnya sebagai ayah. Padahal wanita tersebut masih tercatat sebagai istri sahnya dan berhak untuk mendapatkan nafkah lahir dan batin. Memang tidak sedikit juga para pelaku poligami yang tinggal serumah dengan beberapa istrinya, tersebut juga bukan jaminan para istri hidup bahagia dan sang suami dapat benar-benar berlaku adil kepada istri-istrinya. 

Dalam hukum positif Indonesia poligami diatur dalam pasal  Pasal 3 ayat (2) UU Perkawinan . Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

Pada praktik yang terjadi di masyarakat kebanyakan pelaku tidak meminta atau mendapat izin dari istri terdahulu. Hal tersebut tentu melanggar hukum yang tertulis di pasal 3 ayat (2) UU Perkawinan. Tapi mengapa masih banyak pelaku poligami yang bisa menikah lagi tanpa adanya izin dari istri terdahulunya? Satu alasannya adalah kurangnya keketatan hukum atau tidak adanya sanksi yang tegas bagi pelanggar pasal ini. Alasan lain juga kebanyakan pelaku poligami tidak tahu menahu mengenai hukum positif Indonesia yang mengatur mengenai poligami. 

Poligami bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilakukan. Banyak yang dipertimbangkan sebelum melakukan poligami. Seperti menanyakan ketersediaan istri terdahulu, menyiapkan mental, dan kemungkinan resiko yang akan terjadi. Pelaku poligami juga harus memikirkan masa depan anak dari setiap istri yang dimilikinya. Dia harus dapat memastikan bahwa ya tidak hanya berlaku adil kepada istrinya tetapi juga anak-anaknya. Ia juga harus bertanggung jawab sepenuhnya atas masa depan anak-anaknya karena seharusnya anak-anak tidak boleh menjadi korban dari praktik poligami. Praktik poligami yang tidak sehat juga akan berdampak pada psikologis anak. Seperti anak akan merasa tidak diperhatikan, kurang kasih sayang, kehilangan motivasi dan cita-cita, depresi, hingga kehilangan kepercayaan terhadap orang tuanya. 

Maka dari itu poligami bukanlah waktu yang dapat digaungkan. Masyarakat juga sepakat bahwa poligami memang diperbolehkan tetapi bukan sesuatu yang dapat dipujikan. Generasi muda harus bijak dalam memandang praktik poligami agar tidak terjerumus pada praktik poligami yang salah. Karena apabila kita terjerumus bisa saja kita kehilangan masa depan yang selama ini kita impikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun