Mohon tunggu...
diva royrencia
diva royrencia Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

mahasiswa ilmu komunikasi universitas negeri surabaya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Romantic Relationship dalam Masyarakat Patriarkal

6 April 2024   23:45 Diperbarui: 6 April 2024   23:50 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di dalam masyarakat yang patriarkal, hubungan romantic relationship dalam masyarakat sering kali tercermin dalam konteks yang dapat dipengaruhi oleh adanya pandangan gender yag dominan. Perspektif di dalam gender dan media juga dapat memainkan peran peting dalam membentuk adanya perspekif dan ekspetasi dalam suatu hubungan yang romantis dalam masyarakat. Dalam masyarakat yang patriarkal gender dan media biasanya berperan dalam sebuah pembagian peran dan taggung jawab dalam suatu hubungan romantis. Peran gender dapat dilihat dari peran yang akan di tetapkan oleh seorang pria dan wanita  di dalam hubungan tersebut.

Patriarkal yang kita ketahui adalah sebuah sistem pada budaya yang mendominasi kepada peran seorang pemimpin dan memgang adanya kekuasaan yang dimiliki oleh seorang pria. Hal ini dapat ditemukan dalam berbagai aspek, salah satunya yaitu di dalam berumah tangga antara istri dan suami. Dalam berumah tangga memiliki banyak masalah yang timbul dan dapat mempengaruhi seorang istri. Hal ini akan menyebabkan adanya ketidaksamaan dalam kedudukan seorang suami dan istri.

Dari yang kita lihat bahwa peran seorang pria berdominan menjadi seorang "pelindung" atau juga menjadi seorang "penghasil" dalam suatu hubungan, dan sementara pada peran wanita lebih berdominan menjadi sosok yang "penyayang". Perbedaan semacam itu dapat di perkuat oleh adanya media melalui representasi oleh pria yang lebih kuat dan wanita yang lemah atau lebih membutuhkan perlindungan. Selain itu media juga dapat memperkuat adanya norma-norma patriarkal tentang romansa, contohnya seperti cinta romantis yag idealis dan heteronormatif. Banyak kasus, hubungan yang romantis dalam media disajikan sebagai tempat pencarian cinta sejati anatar seorang pria dan wanita, dengan pria yang mengambil peran sebagai aktif dalam mengejar dan memenangkan seorang wanita.

Di dalam masyrakat patriarkal , hubungan romastis bisa dikatakan sebagai arena dalam kekuatan mengatur kontrol yang telah di tentukan oleh dinamika gender. Contohnya seperti pada saat situasi dimana seorang pria lebih memiliki banyak kekuatan dalam ekonominya ataupun dalam segi sosial, seorang pria menggunaan kekuatan tersebut sebagai sistem pengendali atau memanipuasi pada seorang wanita, dan menyebabkan ketidakseimbangnya dalam suatu hubungan. Kejadian seperti ini sering muncul di dalam media,diman karakter seorang pria yang kita ketahui memiliki gambaran sosok yang kuat dan jiwa kepimimpinan.

Muted group theory merupakan salah satu teori yang muncul di tahun 1960-1970 da memiliki hasil gelombang pada feminis yang pertama untuk menuju kedua (Krolokke dan Sorensen, 2006:46). Teori ini disusun oleh Edwin dan Shirley Ardener, yang memiliki asumsi bahwa

kelompok sosial di dalam masyrakat hirarki memiliki sistem untuk menentukan adanya sistem komunikasi sebuah budaya. berdasarkan pada buku Women and Men Speaking memiliki asumsi yang mengatakan bahwa, wanita dapat menerima dunia yang berbeda dengan pria yang memiliki perbedaan pengalaman dalam pembagian aktivitas pia dan wanita berdasarkan pembagian pekerjaan.

Dalam Muted Group Theory model menjeaskan bahwa muncul adanya suatu model dan budaya yang dimana pada seorang wanita didominasi oleh seorang pria dan keduanya tersebut akan menjadi kelompok yang terpisah. Upaya dominasi di artikan sebagai suara pada wanita akan dibisukan dengan cara ketidaksempurnaan dalam heteropatriarki.

Romantic relationship dalam masyarakat patriarkal dapat dipahamin sebagai interaksi bersifat sukarela daripada jenis hubungan yang lainnya dengan kelompok. Hubungan ini berbeda dengan hal instensitas, yang kita ketahui bahwa biasanya bisa ditandai dengan ekspresi kasih sayang dan harapan-harapan atau perilaku seksual (Reis dan Sprecher, 2009: 27). Romatic relationship juga dianggap sebagai sifat normal dalam masyarakatyang menyebabkan terjadinya heteroseksual pada pasangan, pasangan heteroseksual ini melibatkan adanya dua jenis kelamin yang kita ketahui, yaitu pria dan wanita. Menurut Gayle Rubin mangatakan bahwa sistem pada seks atau gender adalah rangakaia pengaturan yang digunakan sebagai mentransformasi seksualitas pada biologis yang akan menjadikan suatu produk kegiatan manusia (Tong, 2008: 72).

Hal ini dapat menciptakan gambaran bahwa dalam sebuah kebahagian di dalam suatu hubungan bergantungkepada peran yang lebih aktif  "pria' dalam memimpin dan melindungi pasangannya. Namun, bebrapa hal yang harus diketahui bahwa ada pergeseran dalam suatu representasi hubungan yang romantis dalam media yang menuju kedalam gambaran lebih mendetail. Ada banyak perwakilan karakter yang diperanka dalam hubungan LGBTQ+ dan hubungan yang tidak sesuai dengan norma-norma heteronormatif. Ini dapat membantu adanya perubahan di dalam paradigma tentang apa yang dianggap sebagai hubungan yang romantis "normal"dan menggugat adanya struktur patriarkal yang menekankan bahwa peran gender yang kaku dalam sebuah hubungan.

Telah banyak yang menganggap bahwa peran seorang pria menjadi sosok yang kuat, dan menangis dianggap sebagai sosok yang lemah. Namun bebrapa pendapat dari masyarakat yang diketahui bahwa adanya kesehatan mental "toxic masculinity" yang dimana memberikan ruang pada seorang pria untuk mengekspresikan emosi dan psikologisnya yang sangat unik tanpa mendapatkan adanya stigma. Di dalam kata "romantis" dalam konteks masyarakat patriarkal ini, kebanyakan sosok seorang wanita memposisikan dirinya sebagai kelompok yang sangat rawan resiko.

Suatu penelitian yang mengatakan bahwa peran seorang pria dalam relasi romantis dapat diartikan demi untuk mengisi rasa kekosongannya yang ada. Bebrapa penelitian juga mengatakan bahwa mengindentifikasi pengalaman seorang pria di dalam suatu hubungan romantis lebih bernuansa daripada yang dipercaya menurut stereotip gender. Stereotip terhadap seorang pria cenderung lebih diletakan dalam citra sebagai individu yang menjaga jaraknya terhadap mengekspresikan emosi serta utamanya termotivasi pada suatu pemuasan seksual dan status sosial dalam menjalin suatu relasi romantis (Healey, 2020).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun