Berkembangan jaman yang masif ini membuat kebutuhan manusia juga semakin meningkat. Baik itu untuk kebutuhan sehari-hari maupun kebutuhan terhadap munculnya berbagai macam trend dimasyarakat seperti produk kecantikan hingga pakaian.
Namun sejatinya sebelum produk tersebut luncur di tangan masyarakat, produk tersebut perlu melalui berbagai macam percobaan. Dan dari berbagai industri tersebut tidak jarang  dari mereka memanfaatkan binatang sebagai objek percobaan.
Animal testing adalah sebuah percobaan yang melibatkan hewan sebagi objek penelitian dan percobaan untuk barang medis hing produk kosmetik dimana hal ini dilakukan agar dapat diketahui hasilnya nanti pada manusia. objek penelitian biasanya merupakan hewan yang secara biologis memiliki struktur gen yang hampir mirip dengan manusia, seperti kelinci dan tikus.
Lebih dari 50 juta hewan per tahun digunakan sebagai objek eksperimen di United State dan menurut Foundation of Biomedical Research (FBR) mengemukakan bahwa 95% hewan yang paling sering digunakan di laboratorium adalah tikus
Faktanya lebih dari 110 juta hewan mati pada laboratorium United State. Mereka dipaksa untuk menghirup gas beracun, melubangi bagian kepalanya hingga selanjutnya mereka akan diakhiri nyawanya. Tidak peduli untuk alasan percobaan, penelitian ataupun eksperiment, mereka akan di tempatkan pada kandang yang sempit, ter isolasi dari kehidupan alaminya dan secara mental mengalami gangguan traumatis.
Antara Tahun 2015 hingga 2019, lebih dari 300.000 hewan menjadi sasaran penelitian yang menyakitkan tanpa adanya penghilang rasa sakit. Survei menemukan banyak tikus yang menjadi sasaran objek penelitian operasi yang tidak menerima pereda nyeri pasca prosedur.
Hal tersebut jelas jauh dari prinsip kebebasan dalam hak asasi hewan yang dideklarasi kan oleh UNESCO pada 1978 yang berisi kan bahwa hewan memiliki kebebasan atas rasa haus dan lapar, bebas dari rasa tidak nyaman, bebas atas berekspresi sesuai tingkah laku alami mereka, bebas dari rasa takut dan tertekan, dan bebas dari sakit atau dilukai. Bahkan lima tahun terakhir, NIH menyatakan bahwa hewan sebagai objek penelitian sering gagal memberikan cara yang baik untuk memprediksi cara kerja obat pada manusia.
Namun sejak 2017, organisasi dunia People for the Ethical Treatment of Animal (PETA) telah berhasil memperoleh hampir 150 kemenangan terhadap kasus-kasus penggunaan hewan sebagai  objek penelitian yang semena-mena. Kepedulian terhadap animal testing sendiri ditandai dengan banyaknya pendukung terhadap perlindungan hewan yang tersebar diseluruh dunia.
Indonesia juga telah berupaya dalam melindungi dan menjamin kesejahteraan terhadap hewan melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan Dan Kesehatan Hewan. Selanjutnya dijelaskan pada Pasal 1 angka 42 bahwa Kesejahteraan hewan adalah segala urusan yang berhubungan dengan keadaan fisik dan mental hewan menurut ukuran perilaku alami hewan dari perlakuan setiap orang yang tidak layak terhadap hewan yang dimanfaatkan manusia. Selain itu, beberapa peraturan pemerintah terkait kesejahteraan hewan juga telah diterbitkan dan menjadi  salah satu landasan penerapan kesejahteraan hewan dalam penelitian dan pengujian. Salah satunya pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 95 Tahun 2012 Tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner Dan Kesejahteraan Hewan. Â
Selanjutnya, penggunaan hewan dalam penelitian perlu disesuaikan dengan persyaratan dan tujuan penelitian yang dilakukan yang nantinya akan diawasi secara ketat dan berkala. Alternatif penggati penggunaan hewan perlu menjadi pertimbangan misal dengan model komputer, kultur sel in vitro, layar enzimatik dan hewan model. perangkat lunak dapat digunakan untuk menggantikan hewan dalam memprediksi toksisitas bahan kimia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H