Mohon tunggu...
Diva Aura Amelia
Diva Aura Amelia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Halo! Saya adalah seorang Mahasiswa dan tertarik tentang Ilmu Perpolitikan

Selanjutnya

Tutup

Nature

Kebijakan serta Partai Politik sangat berkaitan dengan lingkungan, kok bisa?

26 Oktober 2022   20:33 Diperbarui: 26 Oktober 2022   20:45 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Indonesia kaya akan sumber daya alam, baik dari segi kekayaan pertambangan maupun keanekaragaman hayati yang luar biasa. Di balik kekayaan tersebut ada tantangan besar yang harus ditanggulangi, yakni desain konstruksi politik lingkungan Indonesia. Seperti yang kita tahu, kerusakan lingkungan yang saat ini terjadi di beberapa daerah Indonesia sudah menjadi hal yang sangat serius untuk dibahas. Secara umum kerusakan lingkungan memang disebabkan oleh perilaku beberapa oknum manusia. Tetapi, bila ditinjau lebih dalam, kerusakan lingkungan bisa terjadi karena buah hasil kebijakan dalam politik daerah tersebut.

Di Indonesia sendiri masih banyak masyarakat yang masih belum sadar, bahwa hasil kebijakan dalam politik yang kontraproduktif juga sangat memungkinkan menyebabkan kerusakan yang lebih parah dibanding sebelumnya terhadap kondisi lingkungan Indonesia. Politik lingkungan sering kali berhubungan dengan konflik, korupsi, ideologi yang apatis dan skeptis, dan demonstrasi yang berkaitan dengan isu-isu lingkungan. Meskipun lingkungan hidup sudah dituangkan dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, tetapi begitu bergaul dengan UU Perdagangan, Perindustrian, bahkan dengan UU Koperasi saja, pasti UU LH akan kalah dalam praktiknya.

Kawasan hutan Indonesia mempunyai predikat hutan terluas ke-8 di seluruh dunia, dimana hutan Indonesia juga ikut andil dalam menstabilkan suhu bumi dikarenakan tanaman mampu menyerap karbon dioksida, merupakan salah satu bagian dari rumah kaca yang berpotensi akan menyebabkan pemanasan global. Tetapi sampai sekarang masih banyak sekali manusia yang memanfaatkan kebijkan politik untuk mengeksploitasi hutan hanya demi kepentingan semata. Bahkan emisi karbon terbesar di Indonesia dihasilkan dari sektor kehutanan.

Faktanya, mengejar kesejahteraan manusia adalah tujuan yang tidak akan pernah bisa dicapai, sehingga perlindungan lingkungan tidak akan pernah menjadi tujuan manusia. Bagi kaum ekosentris, bumi tidak akan pernah bisa memenuhi semua kebutuhan manusia. Konsep pembangunan berkelanjutan menarik bagi banyak negara berkembang karena menggabungkan pertumbuhan ekonomi dengan perlindungan lingkungan dan keadilan sosial. Ketika bumi tidak dapat memenuhi semua kebutuhan manusia, konsep pembangunan berkelanjutan menjadi retorika abadi. 

Pertumbuhan ekonomi berbasis pembangunan lingkungan meningkatkan keadilan sosial. Ketika hutan ditebangi oleh perusahaan, orang-orang yang tinggal di sekitarnya menderita banyak kerugian: sumber daya pangan dan ekonomi mereka musnah, dan perusahaan penebangan semakin kaya. Pendapatan yang diperoleh para penebang tidak sebanding dengan dampak kerugiannya.

Banyak faktor yang menyebabkan rusaknya hutan di Indonesia. Faktor utamanya adalah kebijakan pemerintah Indonesia yang melegalkan kegiatan ekonomi yang merusak hutan. Pada era Orde Baru, hutan Indonesia rusak berat akibat kebijakan reinkarnasi yang mendorong perluasan lahan pertanian, perkebunan dan hutan tempat tinggal. Pemerintahan era ini mendorong orang-orang untuk beremigrasi dari Jawa ke Kalimantan dan Sumatera, dan mengubah hutan di kedua pulau itu menjadi daerah pertanian, perkebunan, dan pemukiman.

Salah satu kebijakan orde baru yang dikritik oleh masyarakat sipil adalah kebijakan pertanian lahan gambut Kalimantan. Kebijakan pertanian lahan gambut menguras lahan gambut, yang tidak sejalan dengan kebutuhan pasokan air yang memadai bagi ekosistem gambut. Pertanian lahan gambut membuat lahan gambut rentan terhadap kebakaran lahan. Lahan gambut rentan terhadap kebakaran hutan jika menjadi kering. Akibatnya, kebakaran hutan dan lahan gambut parah terjadi pada tahun 1997 dan 1998. Kebijakan imigrasi dan pertanian lahan gambut muncul sebagai kritik keras terhadap komitmen politik pemerintah Indonesia terhadap perlindungan hutan.

Dengan permasalahan yang diakibatkan kebijakan tersebut, beberapa masyarakat masih meragukan wujud dari politik lingkungan dan meminta bahwa partai politik dan kadernya hanya perlu merealisasikan visi mereka terkait politik lingkungan dengan baik. Oleh karena itu harapannya partai politik harus memperhatikan langkahnya dalam memberikan komitmen dengan lingkungkan supaya mendukung pelestarian lingkungan dengan baik!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun