Surabaya berkembang pesat tercatat pada tahun 2011-2016 dengan tambahan 1554,61 hektare lahan terbangun. Di Surabaya Timur, 708,51 hektare beralih fungsi menjadi fasilitas umum, komersial, pergudangan, industri, dan pemukiman. Surabaya Barat menambah 289,16 hektare untuk pergudangan dan industri. Kawasan komersial bertambah 89,56 hektare di Surabaya Pusat dan 137,46 hektare di Surabaya Selatan (Firmansyah Dkk, 2018).Â
      Pembangunan tersebut tentunya mengurangi jumlah lahan hijau. Salah satu dampaknya akan terasa ketika menjelang hari-hari besar, kenaikan harga pangan cukup meresahkan warga. Warga menengah ke bawah dengan penghasilan minim merasakan dampak yang besar, karena tinggal di rumah atau pemondokan sederhana dan sempit.  Nyaris tiada ruang untuk budidaya mikro tanaman penting, misalnya cabai, tomat, atau bahan jamu dan rempah (jahe, kunyit, lengkuas, temulawak, kunci). alhasil mau tidak mau mereka tetap mengeluarkan uang demi kebutuhan dapur.
      Untuk mengatasi hal tersebut urban farming dapat menjadi solusi yang mutakhir. urban farming atau pertanian perkotaan yang prinsipnya memanfaatkan lahan yang tersedia di perkotaan baik berupa pekarangan, dinding, ataupun atap rumah. Sistem urban farming inipun beragam dapat menyesuaikan jumlah lahan yang tersedia. Misalnya metode vertikultur, hidroponik, akuaponik, wall gardening, tanaman buah dalam pot (tabulampot), dan lain-lain.
Berikut ini penjelasan dari setiap metode urban farming yang dapat dengan mudah diterapkan.
- VertikulturÂ
   Metode ini dapat diterapkan pada lahan yang sempit karena peletakan tanaman secara vertikal dengan ketinggian yang dapat disesuaikan. Prakteknya pun mudah dan tidak membutuhkan banyak biaya. Kita dapat memanfaatkan bambu, paralon bekas, botol bekas, galon bekas, dan wadah lainnya. Metode ini cocok untuk tanaman yang tidak membutuhkan tumbuh tegak, berumur pendek, dan berakar pendek. Tanaman yang bisa ditanam meliputi selada, bayam, kangkung, sawi, seledri, kucai, dan sebagainya.
- Â Hidroponik.
    Hidroponik merupakan cara menanam tanpa media tanah. Media utamanya air dan media lain yang bisa digunakan adalah arang, pecahan genting atau batu-bata, sekam, dan pasir. Metode hidroponik bisa diletakkan di mana saja dengan wadah botol plastik, ember bekas, dan paralon bekas. Tanaman yang dapat ditanam pun beragam mulai cabai, tomat, terong, bawang daun, kembang kol, kubis, dan masih banyak lagi.
- Aeroponik.
    Aeroponik adalah salah satu jenis hidroponik karena menanam tanaman tanpa tanah. Namun pada metode aeroponik akar tanaman menggantung dan menyerap unsur hara dari kabut. Dalam prakteknya bisa menggunakan styrofoam yang dilubangi lalu diberi ganjalan menggunakan busa/serabut kelapa, sehingga tanaman tidak mudah jatuh. Lalu di bawah styrofoam tersebut diberi pengkabut dan air yang berisi nutrient.
- Wall Gardening.
   Metode ini memanfaatkan dinding sebagai lahan atau tempat menaruh pot-pot tanaman. Selain berfungsi sebagai media tanam metode ini juga menambah estetika rumah.
- Tabulampot.
  Tabulampot (Tanaman Buah dalam Pot) adalah teknik budidaya tanaman yang menggunakan pot dan sejenisnya sebagai tempat meletakkan media tanam dan bibit tanaman. Tanaman yang digunakan biasanya hasil pengembangbiakan vegetatif seperti cangkok. Tanaman yang sering ditanam dengan metode ini adalah jeruk, mangga, jambu, kelengkeng, dan lain lain.
      Urban gardening dapat menjawab dari berbagai persoalan yang kita hadapi. Selain caranya yang mudah alat yang dibutuhkan juga dapat didapatkan, barang bekas di sekitar kita dapat menunjang kebutuhan pangan. Urban gardening diharapkan mampu memenuhi kebutuhan bahan pangan rumah tangga, dan jika hasilnya berlimpah dapat menjadi sumber penghasilan baru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H