Potensi zakat di Indonesia sangatlah besar dengan didukung bahwa Indonesia mayoritas penduduknya memeluk agama islam. Menurut data demografis dengan persentase sebanyak 87,2% dari jumlah  keseluruhan penduduk di Indonesia. Dengan potensi zakat yang dapat dikumpulkan sebanyak Rp. 237 triliun pertahunnya, potensi tersebut diharapkan dapat bertambah pada setiap tahunnya dan juga dapat lebih menumbuhkan kesadaran masyarakat Indonesia untuk membayar zakat. Zakat sendiri merupakan sebuah kewajiban yang harus dikeluarkan oleh setiap perseorangan ataupun badan usaha. Pengolahan zakat di Indonesia sendiri berlandaskan syariat islam, amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, terintegrasi dan juga akuntabilitas selaras dengan yang tercantum di dalam Pasal 2 Undang-Undang No. 23 tahuhn 2011 Tentang Pengelolaan Zakat.
Digitalisasi dan juga perkembangan zaman saat ini juga menjadi salah satu penyebab peningkatan potensi zakat di Indonesia setiap tahunnya. Zakat memiliki beberapa jenis yang wajib dikeluarkan yaitu Zakat Fitrah dan juga Zakat Mal, untuk zakat Mal sendiri masih ada pembagiannya yaitu:
- Zakat Perdagangan
- Zakat Pertanian
- Zakat Em as dan Perak
- Zakat Profesi
- Zalkat Saham
- Zakat Invenstasi
Jenis dan macam-macam zakat diatas memiliki jumlah perhitungan pajak yang berbeda antara satu sama lainnya serta dengan asal pengeluaran jumlah zakatnya. Kewajiban umat muslim untuk berzakat juga telah ada dijelaskan di dalam Al-Qur'an pada surat At-Taubah: 103. Potensi besar yang dimiliki oleh Indonesia ini sangat menarik untuk dikaji ataupun di bahas. Adapun yang menjadi salah satu sumber dari jumlah zakat yang sangat besar ini yaitu dari pasar modal syariah di Indonesia. Perkembangan pasar modal syariah dapat dikatakan berkembang dengan sangat pesat, bahkan pada masa pandemi di Indonesia pasar modal syariah yang memiliki pertumbuhan yang baik dan tentu konsisten dari nilai dan juga volume transaksi. Seiring zaman berkembang dan berubah objek dari zakat juga ikut mengalami perkembangan. Perkembangan objek zakat sendiri sebenarnya sudah dimulai dari zaman Umar bin Abdul Aziz. Pada zaman Umar bin Abdul Aziz sudah mengenal yang Namanya zakat penghasilan, yang mana zakat tersebut dikeluarkan dari jumlah penghasilan para karyawan atau pekerjanya.
Berkembang nya zaman akhirnya menjadi salah satu alasan para ulama seperti ulama Imam Maliki, Imam Hambali, Imam Syafi'i, dan Imam Hanafi menambah objek yang dapat dijadikan zakat. Penambahan objek zakat ini diperuntukkan perluasan zakat sesuai dengan kemajuan dan perkembangan ekonomi seirin zaman. Para ulama kontemporer juga sepakat jika harta seperti saham dan efek, Tabungan dalam bentuk premi ataupun dana pensiun, mesin pabrik, barang modal, Perusahaan pertenakan termasuk usaha sapi perah masuk kedalam harta yang wajib dikenakan zakat. Rumah dan kendaraan pribadi yang disewakan juga masuk kedalam kategori harta kena zakat. Menurut Pusat Kajian Strategis (PUSKAS) Baznas mengenai pasar modal yang dalam hal ini yaitu saham agar dapat di masukkan dalam kategori saham syariah memiliki beberapa ciri-ciri. Pertama perusahaan harus secara tegas menyatakan bahwa Perusahaan tersebut termasuk dalam perusahaan syariah, berikutnya tentu Perusahaan tersebut menjalankan berbagai kegiatan Perusahaan nya dengan prinsip-prinsip syariah dan juga memenuhi kriteria syariah agar dapat ditetapkan sebagai efek syariah. Lembaga keuangan seperti Otoritas Jasa Keuangan juga sudah menetapkan apa saja kriteria agar sebuah perusahaan dapat masuk ke dalam daftar syariah.
Perhitungan mengenai bagaimana penentuan banyak nya zakat saham yang harus di keluarkan oleh sebuah perusahaan telah dijelaskan oleh Baznas. Penghitungan zakat saham haruslah mengetahui berapa batas nisabnya, batas nisab menimiliki nilai yang sama dengan jumlah nisab Zakat Maal. Zakat Maal sendiri bernilai setara dengan 85 gram emas yang mana kadar zakat 2,5% kemudian telah mencapai satu tahun atau telah mencapai haulnya. Pengertian dari zakat saham yang di jelaskan oleh Baznas yaitu sebuah zakat yang dilakukan atas kepemilikan atau surat bukti Persero di dalam suatu Perusahaan Terbatas (PT), sesuai dengan nilai dan jumlah lembar sahamnya. Praktik mengenai zakat saham diilakukan pada setiap akhir tahun, dengan jumlah saham yang di zakatkan sesuai dengan nilai harga pasar atau bursa saham saat itu bukan berdasarkan harga pembelian saham. Rumus perhitungan zakat sesuai dengan yang di publikasikan oleh Bazas yaitu:
2,5% x (Capital Gain + Dividen) Atau Nominal zakat dalam rupiah: (harga pasar/lembar x 100 lembar)
Menurut Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat telah menyatakan bahwa Perusahaan menjadi salah satu objek dari wajib zakat, sehingga dengan adanya regulasi ini perusahaan telah diwajibkan dengan untuk mengeluarkan zakat nya sesuai dengan kategori dan juga jumlah zakat yang dikeluarkan. Terlebih pada pembahasan kali ini lebih menekan kan mengenai zakat saham sehingga perusahaan yang telah menjadi bagian dalam Daftar Efek Syariah (DES) memiliki keharusan dalam praktik zakat saham di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H