Pengelolaan sampah merupakan tantangan serius yang dihadapi masyarakat, terutama daerah Desa Jembungan Kabupaten Boyolali. Pertumbuhan jumlah penduduk dan ditambah dengan perubahan pola konsumsi masyarakat menyebabkan tidak terkendalinya peningkatan timbulan sampah. Berdasarkan data SIPSN, jumlah timbulan sampah di Kabupaten Boyolali terus mengalami peningkatan dari tahun 2021 sebesar 106,159.34, tahun 2022 sebesar 106,781.29 hingga tahun 2023 adalah sebesar 108,373.66. Jumlah tersebut termasuk juga dalam timbulan sampah organik yang berasal dari sisa makanan, sayuran, buah-buahan dan kotoran hewani. Permasalahan sampah di masyarakat ini makin diperparah oleh minimnya kesadaran masyarakat akan pengelolaan sampah, akibatnya sampah sering dibuang sembarangan dan dibakar menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan. Dalam hal ini  pengelolaan sampah dilakukan secara komprehensif dan terpadu, tentunya untuk menuju desa yang bersih dan sehat.
Daerah di Kabupaten Boyolali yang kurang dalam pengelolaan sampah salah satunya adalah Desa Jembungan, Kecamatan Banyudono. Kurangnya pengelolaan sampah yang kurang nantinya akan berpengaruh pada timbulan sampah yang akan masuk ke TPA . Penyumbang sampah terbesar di Kabupaten Boyolali bersumber dari sampah rumah tangga sebesar 36% termasuk di antaranya adalah jenis sampah organik yaitu sisa makanan dan kayu/ranting dengan total 44,03% per tahun 2023 dari keseluruhan jenis sampah (SIPSN, 2024). Jenis sampah sisa makanan terus meningkat setiap tahunnya dari 2021 (38,79%), tahun 2022 (39,77%) dan tahun 2023 (39,82%). Keberadaan sampah organik masih mendominasi di pedesaan, terutama bagi masyarakat yang aktif dalam kegiatan rumah tangga maupun pertanian.
Faktor ini dapat mempengaruhi tindakan terhadap pengelolaan sampah rumah tangga ,terutama masalah timbulan sampah organik yaitu berasal dari pengaruh perilaku, pengetahuan dan keputusan masyarakat. Hal itu dapat dilihat masih kurangnya pengetahuan tentang cara pengolahan sampah organik yang sebenarnya masih bisa dibuat kompos ataupun eco-enzyme. Banyak dari mereka membiarkannya dibuang begitu saja tanpa dipilah, kurangnya kesadaran masyarakat sehingga bersikap acuh tak acuh terhadap sampah, ketidaksiapan masyarakat mempraktikkan perilaku mengelola sampah dengan baik dan kurangnya edukasi maupun pelatihan menjadi faktor penyebabnya juga. Selain itu kurang ketatnya monitoring dan sanksi membuat mereka tidak memiliki motivasi untuk berubah.
Oleh karena itu untuk meminimalisir timbulan sampah organik, beberapa langkah yang dapat dilakukan diantaranya:
- Perlu dukungan dari stakeholder untuk memfasilitasi pengelolaan sampah organik rumah tangga. Stakeholder dapat berupa orang atau relawan yang mampu serta dapat mengelola serta mengawasi masalah sampah organik.
- Membiasakan perilaku masyarakat untuk memilah sampah
- Pembentukan TPS 3R untuk mengurangi volume sampah yang masuk ke TPA.
- Memaksimalkan penyebaran informasi melalui sosialisasi dan pelatihan rutin bagi kader tentang pengelolaan sampah organik rumah tangga.
- Kolaborasi dengan lembaga tertentu seperti komunitas ekoenzim.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H