Ketimpangan sosial menjadi sorotan dunia internasional secara global karena menjadi permasalahan di berbagai negara, termasuk negara berkembang seperti Indonesia. Perbincangan terkait ketimpangan sosial di Indonesia bukan sebatas isu lagi melainkan sudah menjadi fakta. Berdasarkan laporan International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) ketimpangan sosial yang terjadi di Indonesia masih amat sangat tinggi yaitu di tahun 2017 berada di angka 5,6% (Ismail, 2019). Sementara itu, di tahun 2023 berdasarkan UBS Global Wealth Report, ketimpangan ekonomi di Indonesia menduduki peringkat 10 dunia sebagai negara dengan ketimpangan ekonomi terburuk berdasarkan indeks Gini.
Dari laporan tersebut, sudah terlihat bahwa angka ketimpangan sosial di Indonesia masih tergolong tinggi, padahal pemerintah telah menjalankan berbagai upaya untuk mengentaskan ketimpangan sosial dengan menyeleraskan terhadap poin pembangunan berkelanjutan yaitu SDGs ke 10 yaitu mengurangi ketimpangan di dalam dan antar negara. Namun, beberapa waktu terakhir ini terdapat kebijakan baru yang ditetapkan oleh Presiden Prabowo yaitu terkait kenaikan PPN 12%. Kenaikan angka PPN ini disinyalir memberikan dampak besar bagi bangsa Indonesia, bahkan dianggap merupakan ancaman besar bagi masyarakat Indonesia khususnya kalangan menengah ke bawah.Â
Untuk itulah, artikel ini akan mengupas lebih dalam terkait ancaman kenaikan PPN terhadap ketimpangan sosial di Indonesia berdasarkan fakta-fakta yang ada.
Kenaikan PPN Menjadi 12%, Apa Imbasnya?
Program pemerintah dalam menetapkan kebijakan kenaikan PPN menjadi 12% mulai 1 Januari 2025 sebenarnya tidak bertentangan dengan regulasi ataupun peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam Undang-Undang HPP Pasal 7 ayat (3) disebutkan jika PPN bisa diubah paling rendah 5% dan paling tinggi 15%. Aturan ini menunjukkan bahwa pemerintah memiliki kewenangan dalam mengubah tarif PPN.
Berdasarkan Gultom (2023) diketahui bahwa Indonesia masih sangat bergantung pada penerimaan pajak terutama dari pajak pertambahan nilai (PPN) untuk meningkatkan pendapatan negara. Pemerintah berharap bahwa adanya kenaikan PPN dapat memberikan efek positif yaitu meningkatkan penerimaan negara dan memperbaiki APBN yang menurun sejak pandemi. Tarif PPN di Indonesia dinilai masih rendah sehingga kenaikan ini dianggap menjadi langkah yang tepat. Kenaikan PPN secara efisien bertujuan untuk membiayai berbagai program-program sosial yang akan direncanakan oleh pemerintah. Pemerintah membutuhkan dana besar untuk membiayai berbagai program utama untuk meningkatkan kualitas dan pembangunan bangsa Indonesia.
Meskipun demikian, kenaikan PPN juga berimbas terhadap ketimpangan sosial, bergantung terhadap bagaimana kebijakan tersebut diimplementasikan dan dampaknya pada berbagai masyarakat.Â
Ancaman Besar Kenaikan PPN 12% Terhadap Ketimpangan Sosial di IndonesiaÂ
Kenaikan PPN 12% juga menjadi ancaman besar terhadap terjadinya ketimpangan sosial di Indonesia. PPN merupakan pajak konsumsi yang mengenai hampir seluruh barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Apabila PPN naik signifikan, maka meningkatkan tekanan daya beli terhadap masyarakat kelas menengah dan kelas menengah ke bawah dimana memiliki pendapatan yang sudah tertekan dalam beberapa tahun terakhir pasca pandemi. Hal ini akan menurunkan daya beli masyarakat, khususnya kalangan bawah karena mereka akan menghabiskan penghasilannya demi memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan dan transportasi.
Kenaikan PPN ini, justru menjadikan ketimpangan sosial semakin timpang. Harga barang kebutuhan pokok semakin meningkat yang membuat beban hidup yang sudah buruk semakin memburuk. Dengan kata lain masyarakat kalangan bawah akan lebih kesulitan dalam mengatur pola konsumsi yang membuat daya beli masyarakat menurun sehingga tercipta jarak yang panjang dengan masyarakat kalangan atas yang menganggap kenaikan PPN tidak berdampak apapun. PPN memberikan dampak besar yang lebih terasa oleh masyarakat berpenghasilan rendah, sehingga menjadi pihak yang paling terdampak oleh kenaikan PPN ini.