Berita tentang tindak kriminal di angkutan umum yang baru-baru ini terjadi di banyak media kembali mengusik
keinginan saya untuk ikut mengungkapkan pendapat..
Maafkan saya jika ada kalimat atau kata yang tidak berkenan.
Maafkan dan mohon dimaklum jika ada kekurangan..
saya hanya ingin menulis apa yang telah dialami dan apa yang enggan saya alami...
Ini bukan ide atau solusi, hanya sebuah cerita, sebuah pengalaman, sebuah keinginan, dan juga sebuah harapan.
Suka atau tidak, angkutan umum seperti angkot, kopaja, bajaj, bemo, dan lainnya memang masih kita butuhkan.
Tapi apa pernah kita mencoba untuk menata nya lagi menjadi hal yang lebih beradab daripada sekedar mengangkut
manusia dari titik A ke titik B ?
Setahu saya baru Bus TransJakarta yang mencoba untuk menjadi transportasi umum yang manusiawi, selebihnya cuma
menuntut kenaikan tarif atau rebutan trayek.
Dahulu ketika saya masih SMA di kota Bandung, kemana-mana saya naik angkutan umum.
Sekolah, kursus, nonton, pulang ke Banten, sampai ngapel pacar pun pake angkutan umum.
Dan dahulu saya tidak mempermasalahkan angkutan umum yang satu ini.
Toh kebutuhan saya untuk transportasi tidaklah serumit saat ini dan pada saat itu
jumlah kendaraan umum seimbang ( mungkin kurang ) dengan masyarakat yang membutuhkannya.
Mungkin ketika saya menginjak bangku kuliah hal itu mulai berubah..
Angkot yang saya tumpangi ke kampus lebih sering ngetem mencari penumpang sehingga saya harus bangun lebih pagi untuk
mengantisipasi hobi ngetemnya sang angkot.
Toh saya masih bisa memaklumi hal tersebut karena saya pikir rejeki sang sopir dan pemilik angkot didapat dari penumpang
sehingga angkot yang tepat waktu tapi tidak penuh sudah pasti tidak menguntungkan daripada angkot yang lambat tapi
bermuatan penuh.
Sama ketika saya sehabis kerja kelompok dikampus dan diturunkan ditengah jalanan yang gelap gulita karena menurut sang sopir,
angkotnya akan langsung pulang karena tidak ada penumpang lagi selain saya dan dua orang penumpang lain yang hanya bisa
melongo karena ternyata uang yang telah mereka bayarkan kepada sang sopir adalah uang terakhir mereka...
Sama seperti penumpang yang lain dan mungkin juga penumpang transportasi umum di seantero negara ini, saya memaklumi dan diam
tidak mengeluh akan kondisi seperti itu.
Mengeluh juga percuma karena tidak ada yang mendengarkan......
Tapi disatu ketika saya mulai merasa kesal tapi saya masih menganggap sebagai sebuah pengalaman lucu..
Pengalaman saya menggunakan transportasi umum dari Lembang menuju Bandung.. Saya duduk berdesak-desakan dengan penumpang
lain. Kendaraan tersebut sudah penuh sesak, jangankan bisa duduk dengan nyaman.
Duduk dengan setengah bokong menggantung saja sudah sebuah berkah yang tidak terkira.
Ditambah dengan barang muatan seperti dua ekor ayam yang diam dengan manis memandang kearah saya duduk, intinya penderitaan
saya sudah cukup lengkap.
Ketika angkot tersebut memulai perjalanan saya dan penumpang lainnya mulai terheran-heran dengan cara sang sopir membawa
kendaraannya yang cenderung ngebut ugal-ugalan dan kami juga tahu bahwa rem kendaraan tersebut tidak berfungsi dengan baik